Kamis, 20 April 2017 13:45 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan terhadap mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan kasus e-KTP, meski Komisi III DPR mengusulkan hak angket terkait hal tersebut.
"Pada akhir RDP (Rapat Dengar Pendapat) Rabu (19/4/2017) dini hari, kami sampaikan bahwa KPK berbeda pendapat dengan Komisi III. KPK tentu tidak dapat membuka rekaman pemeriksaan saksi kecuali dalam proses persidangan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Dalam sidang dugaan korupsi e-KTP pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran e-KTP.
Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel namanya.
"Telah kami sampaikan bahwa keterangan tersebut dan bukti-bukti lain adalah bagian yang saling terkait dengan kasus yang sedang kita tangani, baik penyidikan dengan tersangka MSH (Miryam S Haryani) ataupun proses persidangan kasus e-KTP yang juga sedang berjalan," ungkap Febri.
Ia berharap semua pihak dapat memahami bahwa proses hukum kasus e-KTP sedang ditangani dan dibiarkan berjalan di jalur hukum agar penanganan kasus tidak terganggu.
Usulan penggunaan hak angket disetujui 6 dari 10 fraksi yaitu PDI-Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PPP, dan Nasdem sedangkan tiga fraksi lain yaitu PAN, PKS dan Hanura ikut mendukung dengan catatan akan berkonsultasi dengan pimpinan fraksi sedangkan fraksi PKB abstain karena wakilnya tidak hadir saat rapat.
Selanjutnya, usulan itu akan disampaikan ke rapat badan musyawarah (Bamus) untuk dibahas di rapat paripurna DPR untuk diputuskan apakah hak angket itu dilanjutkan atau tidak.
sumber: antara