Rabu, 12 April 2017 08:22 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pejabat tinggi pemerintah Myanmar, Selasa, membantah terjadi pembersihan suku Muslim Rohingya di negara bagian barat laut, yang bermasalah, Rakhine, tempat gerakan militer terhadap suku kecil itu memaksa 75.000 orang mengungsi ke Bangladesh.
Serangan terhadap pos penjaga perbatasan Myanmar pada Oktober tahun lalu oleh kelompok pemberontak Rohingya memicu kemelut terbesar dalam tahun kepemimpinan Aung San Suu Kyi.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Februari mengatakan pasukan keamanan Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap warga Rohingya selama gerakan mereka melawan pemberontak, yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Militer membantah tuduhan itu dan mengatakan militer terlibat dalam gerakan sah kontra-pemberontakan.
Thaung Tun, Penasihat Keamanan Nasional yang baru-baru ini ditunjuk, menegaskan klaim yang dibuat oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Suu Kyiselama wawancara baru-baru ketika dia berkata "pembersihan etnis merupakan ekspresi yang terlalu kuat digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi".
"Tidak ada pembersihan etnis minoritas Muslim di Rakhine," kata Thaung Tun kepada sekelompok diplomat di kota terbesar Myanmar, Yangon. "Ini adalah masalah orang-orang di berbagai sisi terbelah dan pemerintah berjuang untuk mengatasi situasi dan untuk menutup kesenjangan," katanya.
Tanggapan itu disampaikan di tengah beberapa penyelidikan yang sedang berlangsung terkait tuduhan itu, termasuk satu yang diamanatkan oleh pemerintah Suu Kyi dan diketuai oleh wakil presiden dan mantan kepala intelijen militer, Myint Swe.
Pada bulan lalu, badan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa setuju untuk mengirim misi pencari fakta internasional untuk menyelidiki tuduhan itu, yang ditentang Myanmar.
Sekalipun laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Februari tidak secara eksplisit memberi label tindakan aparat keamanan sebagai pembersihan suku, laporan itu menyebutkan bahwa kekerasan yang dilakukan terhadap warga Rohingya telah dijelaskan dalam konteks lain" sebagai pembersihan suku.
Laporan ini juga menyatakan "keprihatinan serius" bahwa serangan itu adalah hasil dari sebuah "kebijakan dengan tujuan yang dirancang oleh satu etnis atau kelompok agama untuk menghapus dengan cara kekerasan dan teror penduduk sipil dari kelompok etnis atau agama lain dari daerah geografis tertentu".
Thaung Tun mengatakan, pemerintah membutuhkan waktu dan ruang untuk mengatasi masalah dan "jika ada bukti yang jelas terjadinya kesalahan, kami akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan hukum".
Dia menambahkan, pemerintah memulai penutupan beberapa penampungan, tempat puluhan ribu orang pengungsi Rohingya tinggal sejak bentrokan dengan suku Buddha Rakhine pada 2012, tetapi tidak memberikan penjelasan khas maksud upaya sangat rumit itu.(exe/ist)