Senin, 10 April 2017 17:25 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng mengaku menerima Rp2 miliar dan 550 ribu dolar AS terkait proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang karena khilaf.
Pengakuan itu, hal itu berbeda dengan dakwaan jaksa bahwa ia menerima Rp4 miliar dan 550 miliar dolar AS.
"Saya mengerti sepenuhnya apa yang didakwakan dan baru saja dibacakan untuk saya jauh sebelum saya ditetapkan tersangka atau dipanggil saksi KPK. Saya sudah melakukan konferensi pers yang mengakui bahwa saya menerima Rp2 miliar dan 550 ribu dolar AS. Sebelum diminta pun saya sudah mengembalikan sejak 2013," kata Choel dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/4/2017).
Choel dalam perkara ini didakwa bersama-sama dengan abangnya mantan menteri pemuda dan olah raga Andi Alifian Mallarangeng menerima keuntungan sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS serta memperkaya orang lain sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp464,391 miliar.
"Walau setahu saya uang itu bukan berasal dari keuangan negara, saya menyadari betul dan sudah saya sampaikan berulang-ulang dalam ennam kali kesaksian untuk enam terdakwa bahwa hal itu 'khilaf' dan tidak perlu terjadi," ungkap Choel.
Presiden Direktur PT Fox Indonesia yang bergerak di bidang komunikasi itu pun meminta maaf atas perbuatannya.
"Saya sungguh-sungguh menyesal menerima dana tersebut saya minta maaf dari hati terdalam saya siap menanggung konsekuensi kehilafan saya itu dan sejak awal sebelum diminta KPK semua sudah saya katakan apa yang saya ketahui dan saya sudah mengembalikan dana tersebut ke KPK. Saya kooeperatif sejak 5,5 tahun yang lalu bahkan bersaksi untuk kakak saya dimana saya ada pilihan tidak bersaki memberatkan," tambah Choel.
Menurut Choel, Andi Mallarangeng tidak pernah mengetahui penerimaan dana tersebut.
"Tentu dia (Andi Mallarangeng) saat ini sudah ditahan dan menjalani masa tahanan. Dia sama sekali tidak mengerti tapi membayar mahal semua kesalahan ini walaupun saat itu, semalam sebeum dia jadi tersangka saya sudah minta maaf. Saya mencium tangan kakak saya. Saya tahu kesalahan ini jadi catatan pedih kepada saya hukuman empat tahun kepada kakak saya lebih berat di saya dan saya juga merasa sudah dihukum empat tahun, istri saya, ibu saya," ungkap Choel.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa uang diberikan kepada Andi Mallarangeng melalui Choel yang berasal dari Permai Grup yaitu dari Mindo Rosalina Manulang yang awalnya juga berniat untuk ikut membangun proyek Hambalang, namun atas perintah mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akhirnya perusahaan milik mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin tersebut tidak jadi ikut dalam proyek Hambalang.
"Untuk memenuhi permintaan fee oleh Muhammad Fakhruddin yang akan diberikan kepada Andi Alifian Mallarangeng melalui terdakwa, Wafid Muharam yang belum mendapatkan uang fee dari PT Adhi Karya lebih dulu menggunakan uang fee yang telah diterima dari Mindo Rosalina Manulang sebesar 550 ribu dolar AS atau sekitar Rp5 miliar dengan cara pada September 2010 memerintahkan Deddi Kusdinar dan M Fakhruddin memberikan uang fee kepada terdakwa di tempat tinggalnya di Jalan Yusuf Adiwinata No 29 Menteng, Jakarta Pusat," kata jaksa penutut umum KPK Ali Fikri.
Setelah uang itu diterima kemudian Choel menyimpang uang tersebut di brankas yang ada di tempat tinggalnya.
"Dalam proyek P3SON Hambalang, terdakwa bersama M Fakhruddin merekomendasikan PT Global Daya Manunggal kepada KSO Adhi-Wika untuk mendapat pekerjaan sebagai subkontraktor. Atas rekomendasi tersebut Herman Prananto selaku komisaris dan Nnay Meilena Rusli selaku Direktur UTama PT Global Daya Manunggal memberikan uang kepada terdakwa secara bertahap," tambah jaksa Ali.
Pemberian uang itu adalah sebesar Rp2 miliar diterima oleh Choel di kantor PT Fox Indonesia.
"Selanjutnya Rp1,5 miliar kepada terdakwa melalui Wafid Muharam dan Rp500 juta kepada terdakwa dari melalui Mohammad Fakhruddin," tambah jaksa Ali.
Choel didakwa dengan pasal alternatif yaitu pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
sumber: antara