Kamis, 06 April 2017 08:03 WIB

Djarot Ingin Tiru Konsep Piagam Madinah

Editor : Yusuf Ibrahim
Djarot Saiful Hidayat (tengah). (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapialrnews.com- Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat kembali berbicara soal politik Islam. Menurut dia, saat ini umat Islam harus memperjuangan politik Islami, bukan Islam politik.

Artinya, diterangkan sosok yang telah beribadah haji di tahun 2002 bersama sang istri, Happy Farida tersebut, umat Islam harus berjuang untuk memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia

Sehingga, kata alumnus Universitas Brawijaya dan Universitas Gadjah Mada tersebut, bukan Islam yang dijadikan sebagai alat sebagai kendaraan politik.

"Politik Islam itu adalah kita semua wajib melakukan amar maruf nahi munkar, kita dituntut untuk memberikan rahmat bagi sekalian alam. Kita berjuang untuk terus bersungguh-sungguh melawan kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan. Itu politik Islam. Bukan Islam yang dijadikan alat politik atau Islam politik," kata Djarot di Jl Lebak Bulus Raya 1 no 10, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (5/4).

Dia kemudian mencontohkan bagaimana Rasulullah dalam membangun Madinah. Dia menyebut bahwa Rasulullah pada waktu itu membangun masyarakat yang beradab di Madinah.

"Politik Islam itu seperti Rasul membangun Madinah dengan piagam Madinah. Ini membangun masyarakat yang Madinah, beradab," kata mantan Walikota Blitar dan anggota DPRD Jawa Timur tersebut.

"Kami lebih cocok ajaran Wali Songo ya," imbuh dia.

Karena itu, Djarot sejatinya tidak merubah penampilan secara tiba-tiba, misalnya dengan menakai kopiah, rajin mengikuti pengajian hingga istigasah. Melainkan menjadi hal yang sudah lama diyakini dan dilakukannya. Djarot tampil sebagai pejabat yang konseptual, akomodatif dan terukur. Kreativitasnya ia terapkan pada bagaimana mewujudkan semua perencanaan pembangunan yang sudah disepakati.

Kepada bawahannya, bapak dari Safira Prameswari Ramadiana, Karunia Dwihapsa Paramasari dan Meisya Rizky Berliana tersebut mampu memberi contoh kerja keras dan disiplin.

Dengan latar belakang ayahnya yang Muhammadiyah dan ibunya yang Muslimat NU, ia memperkuat basis dukungan sosialnya dengan pergaulan yang akrab dan hangat dengan para ulama dan tokoh agama lainnya.

Beberapa kegiatan skala provinsi yang bersifat keagamaan dan membawa nama baik Kota Blitar, berhasil dilaksanakan berkat kerjasamanya dengan para ulama.

Djarot selalu menjaga relasi baiknya dengan para ulama, yang menunjukkan bahwa hubungan yang dijalin bukan untuk dukungan politik semata, melainkan dilandasi ketulusan dan kejujuran dalam upaya menghormati atau takzim kepada
para ulama.

Sementara itu, Djarot juga tidak pernah menggunakan masjid untuk memenangkan kegiatan politik. Djarot lebih memilih sebaiknya mesjid dijadikan tempat membangun ahlak yang sejuk.

Sebab sebelumnya, video yang menampilkan sosok Eep Saefulloh Fatah beredar di media sosial akhir-akhir ini. Dalam video itu, Eep, yang merupakan konsultan tim pemenangan pasangan calon gubenur-wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, mengatakan ia ingin jaringan masjid menjadi alat untuk mengalahkan kandidat petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Padahal menurut undang-undang, setiap pasangan calon dilarang berkampanye dengan menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.

Itu dapat ditemukan pada Pasal 69 huruf i dalam Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perobahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi undang-undang.(exe/ist)


0 Komentar