Sabtu, 18 Maret 2017 19:56 WIB
TULUNGAGUNG, Tigapilarnews.com - Aparat Kepolisian Resort Tulungagung, Jawa Timur menahan seorang sopir truk yang kedapatan menyimpan surat izin mengemudi (SIM) B-2 palsu.
"Sopir truk atas nama Irvan Budianto itu mulanya ditangkap warga karena diduga mesum di rumah warga Desa Sumberagung, Kecamatan Campurdarat," kata Kanit Reskrim Polsek Campurdarat Aiptu Rahmang di Tulungagung, Sabtu (18/3/2017).
Ia mengatakan, polisi yang datang karena mendapat pengaduan warga mulanya hanya menangani kasus dugaan asusila yang dilakukan Irvan dengan kekasihnya, Wiwit yang menjadi pembantu di rumah Krestiawan, warga Desa Sumberagung.
"Tapi setelah kami periksa kartu identitasnya, ditemukan ada SIM B-2 yang diduga palsu," ungkap Rahmang.
Rahmang memaparkan, SIM B-2 umum milik Irvan tertulis dikeluarkan pada 2013 dan tertera pada SIM itu ditandatangani Kapolres Tulungagung AKBP Dedi Supriyadi dengan NRP 74010600.
Padahal pada periode tahun itu, kata dia, AKBP Dedi Supriyadi tidak menjabat di Tulungagung.
"Untuk SIM yang diterbitkan di Tulungagung pada 2013 ditandangani oleh Kapolres AKBP Whisnu Hermawan Febrinato. Dari nama kapolres saja sudah keliru ini jelas palsu," ucapnya.
Setelah dilakukan interogasi, diakui Irvan bahwa SIM B-2 itu dia peroleh dari temannya warga Krian Kabupaten Sidoarjo seharga RP730 ribu.
Rahmang mengatakan, kasus kepemilikan SIM palsu dia ungkap pada Rabu (14/3), setelah Krestiawan yang saat itu barusan pulang dari Jombang melapor adanya orang asing menyusup ke dalam rumahnya dan diduga mesum dengan pembantunya bernama Wiwit.
Krestiawan yang yakin ada penyusup yang bersembunyi di dalam rumahnya lalu menelpon polisi dan warga sekitar, sehingga dilakukan penggeledahan dan didapati Irvan bersembunyi di kolong tempat tidur Wiwit.
Ketika dilakukan pemeriksaan, Irvan mengakui sudah sering datang ke rumah tersebut setiap kali majikan Wiwit keluar kota, dengan cara masuk melalui pintu belakang rumah.
"Kasus ini masih dalam proses penyidikan, jika unsur-unsur pidana terpenuhi maka tersangka akan diancam dengan pasal 263 ayat (2) KUHP dengan hukuman maiksimal enam tahun penjara," ujarnya.