Jumat, 17 Maret 2017 00:15 WIB

WNI Asal Cirebon Bebas dari Hukuman Mati di Saudi

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Masamah binti Raswa Sanusi, WNI asal Cirebon, Jawa Barat, yang ditahan di Penjara Tabuk, Arab Saudi, atas dakwaan membunuh anak majikannya berumur 11 bulan, kini meraskan haru dan bahagia.

Itu karena ia dinyatakan bebas oleh hakim Pengadilan Tabuk. Senin (13/03/2017), menjadi hari bersejarah dan tak terlupakan bagi wanita ini karena hakim di Pengadilan Tabuk membebaskannya dari hukuman mati qishas, demikian keterangan yang diperoleh dari KJRI Jeddah, Kamis (16/03/2017). 


Alkisah pada tahun 2009, WNI asal Cirebon itu ditahan di Penjara Tabuk. Sejak saat itu, Masamah yang baru tujuh bulan bekerja di rumah majikannya terpaksa harus merasakan dinginnya tembok penjara. 

Ia sempat divonis hukuman kurungan selama lima tahun, namun jaksa penuntut umum menyatakan banding yang kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Banding.

Selanjutnya Mahkamah Tabuk kembali menggelar persidangan atas kasus Masamah hingga tahap akhir persidangan. Sejak kasus ini bergulir, majikan atau ahli waris korban bersikukuh menuntut Masamah dengan hukuman mati qishas. Hasil sidang pada 26 Februari 2017 menetapkan bahwa sidang yang digelar 13 Maret 2017 sedianya menjadi tahap pembacaan vonis terhadap terdakwa. 

Namun, hakim ternyata masih mempertimbangkan untuk menggali lebih dalam keterangan dari saksi-saksi yang dulu pernah dihadirkan termasuk keterangan dari kepala Mahkamah Umum Tabuk terkait legalitas pengakuan Masamah sebelumnya.

Beberapa tahun terakhir, pengawalan kasus Masamah diambil alih Pelaksana Fungsi Konsuler III KJRI Jeddah, Rahmat Aming, dan Atase Hukum dan HAM KBRI Riyadh, Muhibuddin Muhammad Thaib.

"Kami terus-menerus berupaya menempuh berbagai cara damai dengan melakukan pendekatan kepada majikan agar beliau menarik tuntutannya. Kasihan kan Masamah sudah begitu lama dipenjara dan tidak ada bukti kuat bahwa dia pelakunya," kata Rahmat Aming yang bolak-balik Jeddah-Tabuk untuk menghadiri setiap sidang perkara di provinsi paling ujung yang berjarak lebih dari 1.000 kilometer dari Jeddah. 

Masamah mengaku dia sama sekali tidak membunuh Marwah (anak majikan-red). Waktu kejadian itu ia meningggalkan Marwah sebentar untuk ke dapur untuk membuat susu bagi bayi itu. 

"Tapi waktu kembali, saya temukan dia telah meninggal," ucap Masamah dengan tegas kepada hakim saat dimintai keterangan seputar pengakuan yang telah dia buat saat penyidikan sebelumnya.

Masamah tetap pada pendirian bahwa dirinya tidak pernah membuat surat pernyataan atau pengakuan membunuh. "Waktu itu saya hanya disuruh tanda tangan saat di kantor polisi. "Saya enggak tahu itu isinya apa," jawab Masamah yang mengaku tidak didampingi penerjemah saat dirinya diperiksa penyidik delapan tahun tahun silam. 

Setiap sebelum sidang digelar, tim KJRI Jeddah menyempatkan diri bersilaturahim dan melakukan pendekatan kepada majikan (ayah korban) dan menanyakan jalannya sidang yang berlarut-larut sejak kasus ini bergulir. Dia pun sebenarnya menginginkan agar proses hukum segera selesai. Hakim mempertimbangkan untuk menunda pembacaan putusan karena masih menunggu konfirmasi kesaksian dari penyidik yang melakukan investigasi terhadap Masamah setelah memperoleh persetujuan dari kepala Mahkamah Tabuk.

Tanpa diduga, ayah korban yang bernama Ghalib sambil terisak meneteskan air mata seraya mengangkat tangan. "Tanazaltu laha liwajhillah (aku maafkan Masamah karena mengharap pahala dari Allah)," ucapnya sambil terisak dengan suara terbata-bata.

Dengan sedikit terkejut, hakim menanyakan secara berulang kepada Ghalib terkait pernyataan pemaafan (tanazul) terhadap Masamah. Ghalib menyampaikan bahwa dirinya dengan penuh kesadaran dan ikhlas telah memaafkan Masamah tanpa syarat, dan tanpa meminta uang diyat sedikit pun. Dia hanya berharap kebaikan buat dirinya dan Masamah.

Akhirnya, majelis hakim mencatat pernyataaan "tanazul" dari ayah korban dalam persidangan hari itu. Dengan tanazul ini, maka Masamah telah dinyatakan bebas dari tuntutan hak khusus, yaitu hukuman mati qishas. 

"Alhamdulillah, semoga saya bisa segera bebas dan pulang ke keluarga di Tanah Air. Terima kasih safarah (KJRI) ," ujar Masamah saat meninggalkan ruang sidang siang itu.

Sidang terakhir ini menjadi antiklimaks dari rentetan proses hukum yang berjalan selama hampir 8 tahun. "Terbebasnya Masamah merupakan buah dari sekian upaya strategis KJRI Jeddah dalam memberikan makna kehadiran negara bagi WNI di Arab Saudi," kata Rahmat Aming, yang juga selaku Kepala Kanselor KJRI Jeddah usai mendampingi Masamah dalam persidangan.


0 Komentar