Selasa, 28 Februari 2017 09:29 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, dan para sekutu politiknya mendukung rancangan undang-undang (RUU) baru tentang perang melawan narkoba.
Aturan baru itu merekomendasikan bocah sembilan tahun dibunuh jika terlibat kejahatan narkoba. Duterte tidak main-main dalam perang melawan narkoba. Pada April lalu, dia bersumpah akan membunuh anak-anaknya sendiri jika terbukti terlibat kejahatan narkoba.
Perang melawan narkoba di Filipina sudah berlangsung tujuh bulan dengan korban tewas mencapai sekitar 7.000 jiwa. Para korban tewas adalah para gembong dan pecandu narkoba yang dituduh melawan saat akan ditangkap.
Tapi, tidak seluruhnya korban tewas itu adalah penjahat narkoba. Dalam sebuah kasus, anak-anak berumur empat dan lima tahun ditembak mati karena terjebak dalam baku tembak polisi dan gembong narkoba.
Sekarang, Duterte dan sekutu politiknya mendukung RUU yang menurunkan usia pertanggungjawaban pidana dari 15 tahun menjadi sembilan tahun. Artinya, anak yang baru berusia sembilan tahun dapat dihukum pidana termasuk dibunuh jika terbukti melakukan kejahatan narkoba.
Duterte mengklaim langkahnya ini sebagai cara untuk memutus “generasi penjahat” di jalurnya. “Pencuri yang seusia anak sekolah dan gembong narkoba harus diajarkan tanggung jawab,” katanya, seperti dikutip dari Washington Post, Selasa (28/2/2017).
Duterte merasa UU pidana yang ada selama ini “memanjakan” pelanggar di kalangan usia muda.
Kelompok hak asasi manusia dan kelompok pendukung kesejahteraan anak mengecam RUU yang didukung Duterte ini. Membidik bocah usia 9 hingga 11 tahun atau 13 tahun, menurut mereka, adalah kejam dan kontraproduktif.
”Perang terhadap narkoba telah (menimbulkan) kekerasan, penyiksaan, eksekusi dan pembunuhan di luar hukum yang telah digunakan untuk membasmi orang-orang yang dicurigai sebagai pengguna narkoba,” kata Rowena Legaspi, direktur eksekutif Children’s Legal Rights and Development Center, yang mendokumentasikan pembunuhan perang narkoba.
RUU ini, ujar dia, merupakan upaya untuk memperluas kampanye “kriminalisasi” anak di bawah umur dan ”melegitimasi” kekerasan yang dipimpin negara terhadap anak-anak.
Pada bulan Agustus lalu, seorang gadis 5 tahun bernama Danica May Garcia ditembak oleh penyerang tak dikenal yang datang untuk membidik kakeknya, seorang tersangka narkoba.
Ketika para penyerang memasuki rumahnya, kakeknya mencoba melarikan diri melalui pintu belakang. Danica, yang keluar dari bak mandi, diterjang peluru yang menembus tengkuknya dan keluar melalui pipi kanannya.
Tidak lama setelah itu, seorang anak berusia 4 tahun sengaja ditembak dalam operasi "buy-bust" yang sebenarnya membidik ayahnya, seorang tersangka narkoba. Kedua kasus kematian bocah cilik itu telah memicu kemarahan publik, tapi tidak ada perubahan kebijakan dari Presiden Duterte atau timnya.(exe/ist)