Sabtu, 25 Februari 2017 15:01 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dapat memanfaatkan dengan maksimal mekanisme perdagangan internasional dalam rangka menurunkan harga sejumlah komoditas bahan pangan di Tanah Air.
"Pada kenyataannya, produsen lokal belum mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan dengan jumlah dan kualitas yang sesuai dengan permintaan konsumen," kata Peneliti bidang Perdagangan dan Kesejahteraan Rakyat CIPS Hizkia Respatadi, Sabtu (25/2/2017).
Menurut Hizkia, sangat disayangkan bila pemerintahan Presiden Joko Widodo terutama Kementerian Perdagangan masih mengabaikan potensi perdagangan internasional dalam upayanya menurunkan harga dan mencapai ketahanan pangan.
Dia berpendapat, selama ini pemerintah hanya berfokus kepada kompleksnya rantai distribusi dalam negeri, namun tidak membahas bahwa pasokan bahan pangan oleh produsen lokal belum mampu mencukupi kebutuhan konsumen.
"Indeks 'Ibu RT' (Indeks Bulanan Rumah Tangga) yang disusun oleh CIPS mencatat bahwa jika dibandingkan dengan ibukota negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, di bulan Januari lalu rata-rata rumah tangga di Jakarta mengalami kelebihan bayar atau "overspent" untuk bahan-bahan makanan tertentu dengan jumlah mencapai Rp319.500," paparnya.
Indeks ini menunjukkan kelebihan bayar tiap rumah tangga yang paling tinggi terdapat pada beras sebesar Rp179.013, disusul oleh daging ayam (Rp32.062), kedelai (Rp38.741), dan bawang merah (Rp30.726).
Hizkia menyatakan, membuka diri terhadap perdagangan internasional melalui mekanisme yang transparan akan memperbesar akses pada pasokan bahan pangan yang pada akhirnya dapat menurunkan harga di tingkat konsumen.
Ia juga mengeritik penerapan sistem kuota impor yang dinilai ternyata mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk melakukan pendekatan khusus terhadap para pengambil kebijakan dan kemudian memanfaatkan koneksi politiknya demi memperoleh kuota impor yang setinggi mungkin. "Hal inilah yang terjadi pada kasus korupsi yang baru-baru ini melibatkan Patrialis Akbar dan Irman Gusman," ucapnya.
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2017 mengalami surplus tertinggi sejak 2014, yakni sebesar 1,40 miliar dolar AS berdasarkan capaian angka ekspor 13,38 miliar dolar AS sedangkan impornya 11,99 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suharyanto di Jakarta, Kamis (16/2) mengatakan, sebenarnya nilai ekspor Januari 2017 menurun sebesar 3,21 persen bila dibandingkan dengan ekspor Desember 2016.
Namun berdasarkan data BPS, apabila dibandingkan dengan Januari 2016 meningkat sebesar 27,71 persen. Secara detail, ekspor tersebut berasal dari sektor nonmigas Januari 2017 yang mencapai 12,11 miliar dolar AS, sementara dibanding Januari 2016 naik 29,24 persen.
sumber: antara