Kamis, 16 Februari 2017 22:49 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Dalam upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di dunia maya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Selain itu, mengumpulkan seluruh stakeholder yang terdiri dari 50-an biro kehumasan/pusat penerangan seluruh kementerian/lembaga pemerintah dan juga TNI/Polri
Kepala BNPT, Komjen Pol. Suhardi Alius, menjelaskan bahwa saat ini media sosial telah menjadi ‘ruang tunggu’ baru bagi masyarakat. Karena hampir semua lapisan masyarakat menggunakan gadget yang terkoneksi dengan internet. Dalam perkembangannya, internet telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
“Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab, termasuk juga oleh kelompok radikal dan teroris, untuk menebarkan konten-konten atau propaganda negatif. Salah satu hal yang mendapat perhatian serius dari kami adalah penyebaran berita bohong atau hoax di dunia maya,” katanya dalam acara bertajuk “Sarasehan Pencegahan Propaganda Radikal Terorisme di Dunia Maya bersama Instansi-Instansi Pemerintah” di Kuningan, Jakarta, Kamis (16/02/2017).
Menurut alumni Akpol tahun 1985 ini, penyebaran kabar atau berita hoax di media sosial saat ini telah masuk dalam kategori mengkhawatirkan.
Masyarakat yang sedang mencari informasi, rawan terpeleset dalam kebohongan akibat penyebaran hoax yang kian marak. “Indonesia menjadi salah satu bukti betapa dunia maya bisa menjadi bahaya jika digunakan oleh kelompok radikal,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Khusus untuk kelompok radikal, pria yang juga pernah menjadi Kepala Divisi Humas Polri dan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan bahwa kelompok ini menggunakan dunia maya untuk menyebarkan berita-berita yang bernuansa provokasi, agitasi dan propaganda.
“Beberapa pelaku teror adalah hasil dari propaganda di dunia maya, mereka pun melakukan teror dengan metode mandiri, atau disebut dengan lone wolf,” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Depok ini menjelaskan.
Sementara itu, Menkopolhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto dalam sambutannya menyatakan bahwa hoax di dunia maya merupakan ancaman yang nyata. Cepatnya agitasi informasi media sosial harus segera diatasi karena bisa memecah belah bangsa.
“Ada perubahan dinamika ancaman yang terus berubah dari waktu ke waktu. Satu gerakan dinamis dan kalau terlena kita akan mudah ketinggalan,” kata Menkopolhukam yang didaulat untuk membuka secara resmi acara sarasehan tersebut.
Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Menhankam/Pangab ini, dalam menghadapi perang dunia maya seperti sekarang ini tentunya membutuhkan sinergitas semua lembaga. Karena perang di dunia maya, seperti media sosial menggunakan berbagai informasi propaganda.
“Jaman dulu di Nazi ada yang namanya menteri penerangan, agitasi dan propaganda. Karena memang saat itu perlu untuk yakinkan masyarakat. Kalau sekarang ini ada Kemenkominfo, tapi tidak ditugaskan untuk hal propaganda,” ujar alumni Akademi Militer Nasional tahun 1968 ini.
Karenanya, mantan Panglima Kostrad ini menjelaskan bahwa pemerintah sendiri saat ini telah membentuk satuan tugas (Satgas) Anti Proapro (Provokasi, Agitasi, dan Propaganda) yang bertugas untuk mengatasi penyebaran konten negatif di dunia maya.
“Satgas Anti-ProApro yang baru saja diresmikan oleh presiden tersebut mengemban empat tugas pokok, yakni melawan opini propaganda dengan fakta, kedua, menelusuri kegiatan dari situs atau kelompok yang menyebatkan berita hoax, ketiga, melakukan operasi yustisi (penindakan) melalui UU yang ada, dan keempat. mencari penampung/penyebar propaganda, agitasi dan provokasi negatif,” ujar mantan Pangdam Jaya ini.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa melawan hoax bukan hanya tugas pemerintah semata, karenanya ia meminta masyarakat untuk juga terlibat aktif dalam melawan propaganda, agitasi dan provokasi negatif yang kian meresahkan.
“Jadi peran serta masyarakat dalam melawan propaganda ini juga sangat diperlukan, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Karena berdasarkan hasil survei, penyebaran berita hoax‘yang dilakukan oleh masyarakat setiap hari sebanyak 44,30%, lebih dari sekali sehari 17,20%, seminggu sekali 29,80%, dan satu bulan sekali 8,70%,” ujar Menkopolhukam seraya mengutip rilis hasil survei dari Masyarakat Telekomunikasi.
Karena dirinya juga khawatir, bila provokasi agitasi dan propaganda di media sosial dibiarkan akan mengganggu eksistensi negara. “Ada yang mau memisahkan rakyat dan pemerintah. Ada upaya propaganda seperti itu. Maka harus kita redam. Hoax mengganggu. Mayoritas hoax mengganggu kerukunan masyarakat. Menghambat pembangunan,” ujar mantan Ketua Umum DPP Partai Hanura ini mengakhiri.
Dalam acara tersebut, disampaikan pula Deklarasi Gerakan Cerdas Nasional, yang mengajak seluruh komponen Bangsa Indonesia untuk Bersatu dalam Gerakan Cerdas Nasional untuk melawan provokasi, agitasi, dan propaganda negatif demi menjaga persatuan dan perdamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman radikalisme dan terorisme.
Acara sarasehan yang diselenggarakan BNPT ini dihadiri oleh seluruh perwakilan dari humas/pusat penerangan kementerian/lembaga pemerintah, TNI dan Polri dengan dibagi menjadi beberapa sesi diskusi bertujuan untuk menangkal radikalisme di dunia maya bersama seluruh instansi pemerintah.(exe/ist)