Selasa, 17 Januari 2017 23:24 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Anggota parlemen Turki mendukung perubahan konstitusi yang mengubah sistem parlementer menjadi presidensial.
Dengan perubahan tersebut, tidak ada lagi jabatan dan kantor perdana menteri (PM). Bahkan, sistem kehakiman yang independen juga dihapus.
Dengan demikian, Presiden Recep Tayyip Erdogan akan memperkuat kekuasaannya dengan mengintervensi sistem peradilan. Parlemen menyepakati dua bagian dari 18 pasal konstitusi baru dalam rapat debat selama sepekan yang dimulai 9 Januari lalu.
Banyak rapat juga berakhir tengah malam dan dipenuhi dengan perdebatan sengit. Melansir Reuters, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dengan dukungan dari partai Gerakan Nasionalis (MHP) mampu mendapatkan 330 suara untuk mengubah konstitusi.
AKP memiliki 316 anggota parlemen dan didukung dengan MHP yang memiliki 39 orang. Setelah konstitusi diamendemen, akan dibawa kembali ke parlemen pada Rabu (18/01/2017) untuk membahas 18 pasal.
Selanjutnya, konstitusi hasil amendemen akan dibawa pada referendum untuk persetujuan akhir pada musim semi mendatang. Presiden Erogan yakin, perubahan konstitusi akan membuat pemerintahan lebih efisien.
Namun, sistem presidensial Turki berbeda dengan konsep presidensial di Amerika Serikat dan Perancis. “Perubahan konstitusi akan memperkuat negara kita.
"Insya Allah tidak ada seorang pun yang menyamai konstitusi baru dan pembangunan Turki,” kata Erdogan, dilansir Guardian.
AKP dan MHP sangat berkepentingan meloloskan perubahan konstitusi tersebut. Dengan kepemimpinan eksekutif yang kuat, maka tidak diperlukan pembentukan pemerintahan koalisi seperti dulu.
Dengan konstitusi baru itu, nantinya presiden juga bisa mengeluarkan dekrit. Reformasi konstitusi akan diterapkan pada pemilu umum dan presiden pada 2019.
Nantinya, presiden bisa menjabat selama masa jabatan lima tahun dengan pembatasan sebanyak dua periode. Namun, kubu oposisi Partai Rakyat Republik (CHP) dan partai pro-Kurdi Partai Demokratik Rakyat Kurdi (HDP) menolak perubahan konstitusi tersebut.
Mereka menuding Erdogan ingin membentuk kekuasaan otoriter dan mencoba mengontrol total pemerintahan setelah kudeta gagal pada 15 Juli. Sebagai langkah protes, CHP dan HDP langsung memboikot pemungutan suara amendemen konstitusi.(exe/ist)