Jumat, 13 Januari 2017 17:25 WIB

Tokoh Pers: Media Perlu Ulas LBGT Secara Edukatif

Editor : Hermawan
Atmakusumah Astraatmadja.

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Tokoh pers Atmakusumah Astraatmadja menilai media perlu mengulas isu kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI) lebih edukatif.

Sebab, selama ini pemberitaan negatif tentang kelompok tersebut menunjukkan bahwa pers sekadar memantulkan pikiran masyarakat.

"Padahal, para pengelola media pers biasanya lebih cepat mempelajari dan memahami segala macam persoalan, sehingga pandangan mereka bisa lebih progresif daripada masyarakat pada umumnya," ujar Atmakusumah dalam diskusi mengenai posisi media terhadap isu LGBTI di Jakarta, Jumat (13/1/2017).

Berdasarkan pengamatannya, Atmakusumah melihat masih sangat sedikit pemberitaan yang objektif dalam media pers tentang kelompok LGBTI yang disebabkan ketidakpahaman masyarakat mengenai sosok LGBTI yang dianggap non-normatif.

Pemberitaan negatif tentang LGBTI termasuk seruan sejumlah partai politik agar diadakan undang-undang yang keras untuk melarang LGBTI, menggambarkan seolah-olah LGBTI diciptakan secara sengaja oleh anggota masyarakat untuk tujuan tertentu, bukan karena hadir secara alami.

Selain itu, hanya sedikit ulasan yang berupaya memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang LGBTI dalam tulisan dari para pakar sebagai kontributor yang dimuat oleh media pers berbahasa Indonesia.

"Masalah kontroversial atau sensitif lebih sulit diulas secara objektif dan mendalam oleh media berbahasa Indonesia karena cakupan pembaca yang lebih luas menyebabkan pemberitaan di media berbahasa Indonesia lebih mudah memicu reaksi emosional masyarakat," tutur mantan Ketua Dewan Pers itu.

Sebaliknya, media pers berbahasa Inggris seperti harian The Jakarta Post, lebih dapat memanfaatkan kebebasan pers untuk menyiarkan pembahasan secara terus terang tentang masalah kontroversial dan isu sensitif di Tanah Air, karena kalangan pembacanya lebih terbatas sehingga lebih kecil kemungkinannya akan mengundang reaksi emosional.

Menurut Atmakusumah, pers harus menjaga independensi dan objektivitas serta tidak boleh dipengaruhi pihak-pihak lain kecuali kebijakan redaksional, termasuk dalam pemberitaan mengenai LGBTI.

"Bagaimanapun, LGBTI bukanlah satu-satunya kelompok warga minoritas yang memerlukan bantuan agar tidak diperlakukan secara diskriminatif dalam upaya meraih kehidupan yang nyaman," ujar pengajar di Lembaga Pers Dr Soetomo itu.

Sependapat dengan Atmakusumah, lembaga swadaya masyarakat yang aktif mempromosikan dan membela hak-hak dasar komunitas LGBTI di Indonesia, Arus Pelangi menganggap hampir seluruh media pers belum mampu memunculkan bahasa yang lebih ramah terhadap kelompok LGBTI.

Pemberitaan bernada negatif memberi dampak besar terhadap kelompok LGBTI dengan lebih dari 160 kasus mulai dari ujaran kebencian, pola-pola pengusiran, pembubaran kegiatan informatif, hingga kekerasan fisik maupun seksual terjadi di Jakarta pada Januari-Desember 2016.

"Ini menunjukkan bahwa meskipun pemberitaan tentang LGBTI telah surut dibandingkan saat Februari tahun lalu, namun dampak diskriminatif yang dirasakan kelompok ini masih terus dirasakan hingga saat ini," kata pendiri Arus Pelangi, Yuli Rustinawati.

sumber: antara