JAKARTA, Tigapilarnews.com- Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga 2016, Indonesia memiliki sebanyak 14.572 pulau yang sudah diverifikasi dan telah dibakukan namanya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Poerwadi, menyatakan itu di Jakarta, Selasa (10/01/2017).
Setelah melakukan pembakuan itu, Indonesia rencananya akan mendepositkan nama-nama pulau yang sudah dibakukan hingga 2017 pada sidang UNGEGN, di New York, Amerika Serikat, pada Agustus mendatang.
UNGEGN adalah salah satu kelompok pakar dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) yang membahas tentang standardisasi nama-nama geografis baik di tingkat nasional maupun internasional.
Setiap lima tahun, lembaga tersebut mengadakan konferensi PBB mengenai standardisasi nama-nama geografis di dunia. Sebelumnya pada 2012, Indonesia telah melaporkan sebanyak 13.466 pulau ke PBB.
Langkah mendepositkan 14.752 pulau ke PBB itu untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan Indonesia. Poerwadi juga mengemukakan, kewenangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu yang dahulunya parsial, sekarang berada dalam kewenangan penuh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.
SKPT adalah salah satu program yang dimiliki KKP untuk membangun sejumlah pulau-pulau yang ada di Indonesia, antara lain dengan membuka investasi agar masuk ke pulau tersebut.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities, Abdul Halim, mengatakan, investasi sektor perikanan di pulau-pulau kecil terluar jangan sampai mengedepankan prinsip privatisasi pihak asing.
Hal ini bertentangan dengan keinginan Menteri Koordinator Maritim, Luhut Pandjaitan, yang mengundang investor luar negeri untuk bergiat secara bisnis di pulau-pulau kecil yang belum ada namanya.
Bahkan, investor asing itu diperbolehkan memberi nama pulau-pulau tak bernama itu. Alasan pragmatis membuka lapangan kerja di sektor pariwisata menjadi hal yang mendasari keinginan itu.
Menurut Halim hal itu dinilai dapat mengurangi akses kepada masyarakat dan pengelolaan potensi sumber daya untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.
"Kalau diserahkan kepada asing akan melemahkan kontrol negara dalam melakukan pengawasan sumber daya," katanya.
Halim menegaskan, perlu pula diwaspadai upaya-upaya pemberian hibah atau pinjaman lunak yang diberikan asing kepada berbagai program yang berkedok sebagai upaya konservasi atau pelestarian kelautan.
Seharusnya, ujar dia, pemerintah dapat memberdayakan masyarakat terutama yang bertempat tinggal di pulau-pulau kecil terluar dalam rangka mengelola berbagai potensi yang terdapat di pulau tersebut.
Untuk itu, ia berpendapat pola yang seharusnya dikembangkan bukanlah mengharapkan investasi asing, melainkan pola partisipatif dengan membangun kemitraan dengan warga lokal.
"Praktek privatisasi dan komersialisasi terhadap pulau-pulau kecil merugikan masyarakat yang tinggal di pulau itu," katanya.(exe/ist)