Selasa, 10 Januari 2017 16:32 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Tersangka dugaan makar, Rachmawati Soekarnoputri mengklarifikasi perihal kehadirannya dalam diskusi yang diselenggarakan Rumah Amanah Rakyat di Jalan Cut Nyak Dien, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal itu seiring menanggapi pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono terkait pemeriksaan pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, Senin (9/1/2017).
Sebelumnya, Kombes Argo mengatakan bahwa pihaknya memeriksa Noorsy karena yang bersangkutan pernah bertemu dengan Rachmawati di Rumah Amanah Rakyat.
"Ibu Rachma tidak pernah menghadiri diskusi dan atau jadi pembicara dalam diskusi di Rumah Amanah Rakyat seperti yang dikatakan pihak Polda Metro Jaya. Sebetulnya, polisi bisa tanya soal ini ke pengelola Rumah Amanah Rakyat, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto," ucap juru bicara Rachmawati, Teguh Santosa, saat dikonfirmasi, Selasa (10/1/2017).
"Ibu Rachma memprotes keras tuduhan yang disampaikan polisi soal makar ini. Beliau sudah memberikan kerangan yang cukup jelas menyangkut semua tuduhan dalam dua kali pemeriksaan. Ibu Rachma merasa ada upaya untuk terus memojokkan dirinya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar ini," sambungnya.
Noorsy, kata Teguh, sempat hadir dalam pertemuan terbuka yang diselenggarakan pada tanggal 20 November 2016 di Aula Ir Soekarno, kampus Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta.
Banyak aktivis yang hadir dan bicara dalam pertemuan itu. Media massa pun dengan bebas bisa meliput kegiatan itu.
Rachmawati juga sudah memberikan penjelasan mengenai pertemuan tanggal 20 November 2016. Tidak ada agenda khusus yang dibahas, kecuali dua hal. Yaitu, bela Islam dengan mengawal kasus penistaan agama yang dilakukan Basukin Tjahaja Purnama (Ahok), dan bela negara dengan menyerahkan petisi kembali ke UUD 1945 yang asli.
Rachma menilai amandemen terhadap konsitusi yang dilakukan sebanyak empat kali dari tahun 1999 hingga 2002 sebagai akar dari berbagai masalah yang dihadapi Indonesia. Amandemen ini membuat pemerintah tidak memiliki kemampuan melindungi warga negara.
Pikiran agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 yang asli sudah lama dibicarakan Rachma, termasuk saat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI di era Susilo Bambang Yudhoyono.
"Waktu itu ibu Rachma sama sekali tidak pernah dituduh makar. Mengapa sekarang aspirasi kembali ke UUD 1945 yang asli disamakan dengan tindakan makar dan upaya menjatuhkan pemerintahan yang syah? Ini kan aneh," tandas Teguh.