Kamis, 29 Desember 2016 13:12 WIB

Naik Pangkat Sebelum Memutilasi Anak, Ayah Divonis Bebas

Editor : RB Siregar
Laporan: Muchammad Syahputra

JAKARTA,Tigapilarnews.com - Ayah mutilasi anak divonis bebas, tak dapat diterima keluarga. Mereka mendatangi Komnas PA, Kamis (29/12/2016), minta bantuan ajukan banding.

Namun, masa memori banding yang diberikan yakni 14 hari setelah keputusan vonis, tak digunakan. Untuk itulah mereka minta bantuan Komnas PA untuk mendapat keadilan.

Diberitakan sebelumnya, anggota Polri Petrus Bakus memutilasi dua anak kandungnya di Kabupaten Melawai, Kalimantan Barat, 26 Februari 2016.
Namun, PN Sintang, Kalimantan Barat, 1 Desember lalu, menjatuhkan vonis bebas Petrus Bakus karena dinyatakan mengalami gangguan kejiwaan.

Karena itulah, sang istri, Windri Hairin Yanti (26) yang melihat langsung mutilasi tersebut, tak menerima keputusan pengadilan. Mereka ingin mengajukan banding atas bantuan Komnas PA.

"1 Desember lalu majelis hakim PN Sintang memvonis bebas (terdakwa Petrus Bakus) karena sakit jiwa. Padahal, suami saya memutilasi anak saya itu karena masalah perceraian. Tujuannya, agar saya nggak punya anak. Padahal, dia itu tidak gila," kata Windri Hairin di Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

"Yang bersangkutan (keluarga korban) meminta bantuan Komnas PA, untuk disampaikan ke Mahkamah Agung dan Jaksa Penuntut Umun agar mempertimbangkan kembali vonis bebas itu dengan alasan menderita gangguan jiwa. Siapa dokter yang meyatakan itu, dan suaminya bebas tapi tidak masuk rumah sakit jiwa," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait usai menerima keluarga korban.

Sementara itu, Sekjen Komnas PA, Dhanang Sasongko menjelaskan, motif ayah memutilasi kedua anaknya dilandasi rasa sakit hati, dan terkait masalah kejiwaan. "Ini masih perlu didalami."

Dhanang Sasongko juga mempertanyakan mengapa dinyatakan sakit jiwa padahal di kesatuan Petrus Baka dia naik pangkat sebulan sebelum mutilasi.

"Ini motifnya sakit hati, terus yang kedua masalah kejiwaannya. Tapi si Petrus naik pangkat dari Briptu ke Brigadir sebulan sebelum kejadian, logikanya dia dinyatakan gila, sedangkan yang melakukan proses penilaian dia naik pangkat adalah lembaga kepolisian, bisakah dibilang seperti itu gila," tanya Dhanang.
0 Komentar