JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Syarif Hidayat mengatakan, permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini terjadi karena hilangnya trust atau kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan.Jika ini tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah dan malah dibiarkan masa kondisi ini berpontensi untuk menjadi chaos.“Sebenarnya persoalan yang terjadi meski terlihat banyak sekali masalah akar masalahnya itu sederhana dan tidak rumit. Masyarakat saat ini sudah kehilangan trust terhadap institusi negara. Kalau sudah kehilangan trust maka meski pemerintah memberikan informasi apapun dilihat bahwa itu hanya alasan dan rekayasa,” ujar Syarif saat dihubungi, Rabu (21/12/2016).Makanya menurutnya tidak heran masyarakat pun akhirnya menuntut hal-hal yang sebenarnya berada diluar koridor aturan yang berlaku.”Seperti kasus Ahok dalam penistaan agama masyarakat menuntut Ahok harus dipenjarakan, harus ini harus itu. Kalau masyarakat percaya kan pastinya mau menunggu proses yang sedang berjalan,” tambahnya.Sayangnya menurut Syarif lagi, persoalan ini tidak dikelola dengan baik. Seharusnya menurutnya negara bisa menunjukkan bahwa dia bisa dipercaya dalam tindakan maupun ucapannya. Negara harus berupaya menjadi pemegang mandat dan tidak merasa menjadi pemilik mandat seperti yang banyak diperlihatkan saat ini.“Sementara disisi lainnya masyarakat pun harus mulai membangun civic virtue atau adab berwarganegara. Rakyat memang pemilik kedaulatan tapi kan pada anggota DPR maupun presiden terpilih. Makanya adab berwarganegaranya itu seharusnya kedaulatan itu telah dipercayita memang pemilik kedaulatan kita percayai orang yang kita beri mandat,” imbuhnya.Hubungan antara negara dan rakyat yang seimbang ini harus dilakukan bersamaan. Pemerintah menurutnya tidak bisa berjalan sendirian tanpa kepercayaan yang diberikan rakyat dan rakyat tidak boleh tidak percaya.Masing-masing menurutnya harus menyadari posisinya dan juga kewajibannya.“Rakyat boleh saja mengingatkan tapi rakyat juga tidak bisa memaksan untuk mengambil alih tugas negara.Seperti pada kasus Ahok, pengadilan itu adalah negara sehingga rakyat tidak boleh memaksa pengadilan atau mengambil alih pengadilan. Sementara disisi lain negara seperti yang diwakili aparat penegak hukum seperti Polisi juga tidak bisa seenaknya sehingga boleh melampuai batasnya sebagai pemegang mandat menjadi seolah pemilik kedaulatan,” tegasnya.Dalam kondisi yang tidak saling percaya seperti ini maka langkah yang seharusnya dilakukan adalah rekonsiliasi yang sesuai dengan sila ke 4 Pancasila yang berbunyi kerakayatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksaan dalam permusyaratan keadilan. "Artinya harus ada dialog antara pemerintah dan pemuka masyarakat. Hasil dialog itu kemudian disepakati dan dijalankan secara konsisten oleh kedua belah pihak,” katanya lagi.Syarif sendiri menilai bahwa apa yang terjadi di Indonesia adalah hal yang wajar secara teori dalam sebuah negara yang mengalami transisi seperti juga banyak negara-negara lain di dunia mengalaminya. Dia pun mencontohkan negara-negara seperti di Amerika Latin, Afrika maupun di kawasan Asia Tenggara seperti halnya Philipina, Thailand dan sebagainya yang juga mengalaminya.“Kita ini seperti danau besar yang air dibawahnya jernih namun diatas permukaan ditumbuhi enceng gondok.Air yang dibawah danau itu bisa diminum langsung, digunakan untuk membuat kopi dan lainnya. Tapi enceng gondoknya harus dibersihkan karena kalau dibiarkan, enceng gondok ini bisa membuat air yang bersih juga jadi kotor. Inilah kira-kira gambaran air yang bersih adalah rakyat, sementara enceng gondok adalah para elit yang bermain. Makanya enceng gondok ini yang harus diberantas,” tandasnya.Seperti diketahui bersama saat ini berkembang isu yang sangat liar terkait persoalan Ahok, persoalan warga negara asing, demokrasi, partai politik, ekonomi, sosial dan sebagainya yang meresahkan masyarakat.Selain itu juga muncul banyak isu yang membuat negara seperti tidak berpihak pada rakyat maupun pada hukum yang berlaku.