Laporan: Arif Muhammad RiyanJAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan masih banyak PR bagi pemerintahan Jokowi khususnya di bidang pertahanan dalam dua tahun pemerintahan berjalan."Jika mengacu janji Presiden dalam nawacita, setidaknya ada tiga PR yang harus menjadi perhatian yaitu soal peningkatan anggaran pertahanan hingga 1,5 persen PDB, peningkatan kesejahteraan TNI dan kemandirian pertahanan," kata Sukamta di Gedung DPR, Rabu (26/10/2016).Terkait janji peningkatan anggaran pertahanan, lanjut Sukamta, dalam APBNP 2016, anggaran pertahanan tercatat sebesar Rp97,6 triliun atau sebesar 0,85 persen dari PDB, angka ini tentu masih jauh dari janji Presiden sebesar 1,5 persen PDB. Hingga saat ini belanja pertahanan Indonesia jika dibandingkan dengan PDB secara rata-rata masih yang terkecil di ASEAN yang rata-rata mencapai 2,2 persen PDB.Kondisi ini berakibat daya dukung sarana prasarana pertahanan di Indonesia masih sangat terbatas. Berdasar data TNI AL hingga akhir 2015 kita hanya memiliki 145 KRI, itupun 50% baru dalam proses peremajaan. Jelas kondisi ini tidak ideal untuk menegakkan keamanan di laut Indonesia. Sukamta berharap Presiden memberikan perhatian di sektor pertahanan, agar kedaulatan Indonesia tetap terjaga dengan baik."Sorotan lain yang perlu jadi perhatian pemerintah adalah soal kesejahteraan TNI. Sukamta memandang profesionalitas TNI sudah membaik dari waktu ke waktu, mestinya pemerintah mengimbangi dengan peningkatan kesejahteraan yang lebih baik," jelasnya."Pada periode ini memang sudah ditingkatkan gaji pokok golongan Tamtama terendah dinaikkan menjadi Rp 1.565.200 per bulan, sedangkan gaji pokok tertinggi golongan perwira tinggi naik menjadi Rp 5.646.100. Namun kenaikan ini masih jauh jika dibandingkan negara tetangga," sambungnya.Gaji seorang Sersan Satu di Malaysia, lanjut Sukamta, bahkan lebih tinggi dibanding gaji seorang Jenderal, Laksamana dan Marsekal di Indonesia yang hanya memperoleh gaji Rp 5,3 juta per bulan. Gaji seorang Jenderal di Malaysia mencapai Rp 23,4 juta per bulan. Remunerasi gaji yang sudah dilakukan perlu untuk ditingkatkan. Standar penggajian saya kira penting dengan mempertimbangkan faktor resiko pekerjaan. Prajurit TNI merupakan garda terdepan bangsa, layak untuk mendapatkan kesejahteraan yang memadai."Janji ketiga yang harus menjadi perhatian adalah upaya mewujudkan kemandirian pertahanan. Sukamta melihat sejauh ini belanja impor persenjataan masih tinggi. Data yang dirilis Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), besarnya nilai impor alutsista Indonesia pada tahun 2015 mencapai 683 juta dolar AS, atau sekitar Rp 9,3 triliun, merupakan nilai terbesar di ASEAN jauh lebih besar dibandingkan belanja dari indutri pertahanan dalam negeri yang bernilai 1,5 triliun di tahun yang sama," cetusnya.Belum lama ini Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan melarang pembelian senjata organik buatan luar negeri untuk para prajuritnya, Menurut Sukamta ini merupakan hal yang positif."Keseriusan pemerintah perlu diwujudkan dalam bentuk Roadmap Kemandirian Pertahanan. "Setidaknya pada periode ini Presiden harus berani pasang target di tahun 2019, 60 hingga 70 persen alutsista diproduksi oleh dalam negeri, ini angka optimis yang perlu diperjuangkan demi kemandirian pertahanan," tandasnya.