Jumat, 14 Oktober 2016 22:19 WIB
Laporan: Bili Achmad
JAKARTA,Tigapilarnews.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang permohonan praperadilan dengan agenda mendengarkan dua keterangan ahli hukum pidana.
Masing-masing yakni, Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Jisman Samosir serta Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Kristen Satya Wacana.
Praperadilan yang diajukan Paulus Tannos dan Catherine Tannos, selaku Direktur PT Sandipala Arthaputra Arthaputra tersebut, karena telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penipuan dana pembayaran kebutuhan 100 juta chip Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dari PT Oxel System, selaku distributor.
PT Oxel sendiri diketahui milik Andi Bharata Winata, putra Taipan Grup Arta Graha, Tomy Winata. Dalam sidang, kuasa hukum tersangka Andar Siburian menanyakan kepada ahli apakah kasus sengketa niaga di antara kedua belah pihak termasuk dalam perkara perdata atau pidana.
Mengingat, terbitnya surat klarifikasi Surat Nomor B/1048/Um/XII/2014/Bareskrim yang isinya menyimpulkan bahwa perkara bukanlah merupakan tindak pidana.
"Jika Ombudsman mengirim surat klarifikasi ke Polri, dan dibalas dengan sebuah surat yang isinya mengakui jika bahwa kasus ini perdata, bukan pidana. Namun, tetap disangkakan pidana, itu bagaimana?" tanya kuasa hukum.
"Kalau sudah ada itu, tidak bisa lagi. Berarti bukan tindak pidana. Harusnya SP3 (penghentian penyidikan-red)," ucap ahli Jisman Samosir.
Keterangannya dikuatkan dengan Pasal 378 KUHAP tentang Tindak Pidana Penipuan yang dikenakan kepada setiap orang yang melawan hukum demi keuntungan diri sendiri atau orang lain, dengan memakai nama palsu, tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan dengan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau memberikan hutang maupun menghapus piutang.
"Dalam Pasal 378 KUHP dijelaskan tindakan yang termasuk dalam kategori penipuan. Jadi tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penipuan adalah sudah ada niat sebelumnya, sedangkan apabila perkara muncul di tengah perjanjian, hal itu termasuk dalam perkara perdata," tutupnya.
Sementara itu, keterangan berbeda justru disampaikan ahli Hukum Pidana pihak Kepolisian selaku Termohon, Made Darma Weda. Dosen Universitas Krishna Dipayana itu menilai jika perkara yang menjerat kedua anak buah mantan Wakapolri, Komjen Pol Oegroseno itu termasuk dalam perkara pidana.
Pendapat tersebut merujuk pada keterangan Kuasa Hukum Termohon, Syahril yang menyampaikan jika Pemohon telah mengetahui spesifikasi chip yang tidak sesuai dengan standar proyek e-KTP sebelum transaksi hingga pemesanan chip produksi Stmicroelectronics itu dilakukan.
Chip yang diketahui tidak dapat berfungsi dengan baik itu diungkapkan Syahril tetap dipesan Pemohon. Tetapi ketika chip diterima PT Sandipala Arthaputra, tidak melakukan pemesanan kembali lantaran chip tidak dapat digunakan.
Hal tersebut berujung pada meruginya PT Oxel System karena pemesanan chip tidak dilanjutkan. "Kalau situasinya seperti itu, perkara termasuk dalam kategori pidana. Ada unsur rekayasa sebelum adanya transaksi. Itu sudah jelas sesuai dengan Pasal 378 KUHP," jelas Made Darma Weda di depan Ketua Hakim Tunggal, Effendi Muchtar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (14/10/2016)
Dua keterangan berbeda tersebut sempat memicu beragam pertanyaan dari pihak Kuasa Hukum PT Sandipala Arthaputra. Tetapi karena materi pertanyaan sudah termasuk dalam perkara pokok, Effendi menyanggah beberapa pertanyaan.
"Pendapat ahli harus kita hargai, tapi tolong dicatat semua dan tolong koreksi, keterangan ahli itu hanya sebatas pendapat, bukan ketetapan sah, jadi tolong jangan dipermasalahkan, apalagi sudah masuk materi pokok. Selanjutnya, apabila tidak ada lagi pertanyaan, sidang akan dilanjutkan kepada agenda kesimpulan pada hari Senin, 17 Oktober 2016 pukul 09.00 WIB," jelas Effendi sesaat menutup sidang.(exe)