Laporan Ryan Suryadi
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai mengabaikan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Seharusnya, hasil audit tersebut menjadi pintu masuk awal KPK melakukan penyelidikan kasus tersebut. "Hasil audit BPK seharusnya menjadi pisau utama untuk dapat menyelamatkan keuangan negara," kata Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Tarumanegara, Hery Firmansyah, dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (18/06/2016).Sebelumnya, KPK menyebut hasil penyelidikan dalam pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras tidak menemukan perbuatan melawan hukum. Hal itu disampaikan Ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam jeda rapat dengar pendapat KPK bersama Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Selasa (14/06/2016).Hery berpendapat, penyelidikan yang dilakukan KPK aneh. Sebab, dari beberapa kasus yang ditangani, lembaga anti rasuah tersebut sering menggunakan hasil audit BPK untuk menjadi landasan melakukan penyidikan.Contohnya kasus yang menjerat Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik. Laporan BPK menjadi salah landasan KPK untuk mengusut kasus tersebut. Hery menjelaskan, laporan BPK dapat dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penyidikan termaktub dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.Pasal 8 ayat 4 aturan itu menyebut laporan BPK dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan-perundang-undangan. Menurut dia, laporan BPK harus benar-benar kembali dikaji oleh KPK. Jangan sampai publik menilai ada perbedan dalam penanganan kasus korupsi."Yang saya khawatirkan adalah konsekuensinya. Ini bisa jadi preseden baru dalam hukum Indonesia. Bagaimana menjelaskan kasus kalau ada pendekatan yang berbeda," ucap Hary.BPK DKI sebelumnya menyebutkan pembelian lahan Sumber Waras merugikan negara hingga Rp191 miliar. Namun dalam perkembangannya, ada perubahan nilai kerugian setelah digelar audit investigasi oleh BPK yakni sebesar Rp173 miliar.Kerugian terjadi karena ada perbedaan nilai jual objek pajak tanah (NJOP). BPK menilai NJOP yang ada di Jalan tomang utara, sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilainya di Jalan Kyai Tapa.Sementara itu, Indonesian Corruption Watch (ICW) sepakat dengan hasil penyelidikan KPK. ICW menilai, BPK kurang cermat dalam melakukan audit investigasi kasus pembelian lahan rumah Sakit Sumber Waras.Koordinator Divisi Investigasi ICW, Febri Hendri, menilai dalam melakukan audit, BPK tidak memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum."BPK Jakarta tidak menyinggung sedikit pun Pasal 121 Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014. Kalau itu dipakai, tidak akan ada temuan pelanggaran," kata Febri.Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 menyebut, dalam rangka efisiensi dan efektivitas, maka pengadaan tanah di bawah lima Ha, dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan dan pemilik tanah.Menurutnya, bunyi pasal itu sesuai dengan apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI saat membeli lahan RS Sumber Waras. Febri juga menilai BPK kurang cermat dengan menjadikan NJOP RS Sumber Waras oleh PT Ciputra Karya Utama sebagai dasar untuk melihat adanya kerugian negara."NJOP PT Ciputra Karya Utama yang digunakan itu tahun 2013, tapi pembelian lahan kan 2014," ucapnya.(exe/ist)