JAKARTA, Tigapilarnews.com - Anggota komisi I dari FPDIP, Evita Nursanti mengakui banyak permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program PLIK dan MPLIK di kementrian komunikasi dan informasi (Kemenkoinfo) di era Tifatul Sembiring menjabat sebagai menteri.PLIK adalah singkatan dari Penyedia Layanan Internet Kecamatan sementara MPLIK adalah Mobile PLIK atau layanan PLIK yang berisfat mobil yang seharusnya penggunaannya dibayar pemerintah dengan menggunakan dana USO.“Jadi sebenarnya PLIK dan MPLIK itu progam pemerintah yang memanfaatkan dana USO atau universal service obligation yang merupakan kontribusi pelaku bisnis telekomunikasi yang menyumbang sebesar 1,25 persen dari pendapatan usaha mereka untuk membangun infrastruktur komunikasi. Disini pemerintah menggandeng vendor yang kemudian dengan dana mereka sendiri membangun PLIK dan MPLIK untuk digunakan masyarakat. Penggunaannya ini yang kemudian seharusnya dibayar oleh dana USO. Namun dalam perjalanan ternyata program tersebut menjadi tidak jelas sehingga program tersebut dihentikan,” ujar Ervita saat dihubungi, Selasa (1/6/2016).Ketidakjelasan itu sendiri menurut Evita disebabkan tidak adanya sistem monitoring yang seharusnya tersambung dalam setiap unit PLIK dan MPLIk yang ada, sehingga pemerintah bisa memonitor mana PLIK dan MPLIK yang digunakan dan berapa lama penggunaannya oleh masyarakat dan apakah penggunaan tersebut memenuhi syarat minimal 4 jam sehingga kemudian bisa dibayarkan pemerintah.”Jadi pemerintah menggunakan SIMLIK atau sistem monitoring layanan internet kecamatan yang terhubung dengan setiap PLIK dan MPLIK. Dengan SIMLIK pemerintah bisa memantau apakah misalnya syarat minimal 4 jam penggunaan sehari itu dilaksanakan. Pemerintah juga kemudian bisa memonitor mana PLIK dan MPLIK yang aktif dan mati, untuk kemudian dengan SIMLIK tersebut pemerintah bisa mengatahui berapa besaran dana yang harus dibayarkan berdasarkan penggunaan PLIK dan MPLIK yang aktif. Namun sayangnya sampai sekarang SIMLIk itu sendiri tidak pernah ada, sehingga perthitungan pembayaran pun tidak ada dasarnya,” papar dia.Selain itu tidak berjalannya program tersebut menurutnya karena program pemerintah pusat itu tidak dikoordinasikan dengan baik ke daerah. Jadi meskipun program tersebut sangat baik, tapi karena perencanaan yang tidak matang, pengawasan yang lemah dan tidak adanya koordinasi yang baik, membuat program tersebut terbengkalai meski menurutnya program tersebut dibiayai dengan anggaran yang tidak sedikit.“Memang seharusnya yang berkoordinasi dengan Pemda adalah vendor-vendor yang memenangkan proyek tersebut sebagai salah satu syarat utama bagi para pemenang tender. Namun sayangnya vendor justru kemudian mensubkan proyek tersebut ke pihak lain yang tidak mengkoordinasikan program itu dengan pemda-pemda setempat. Ini juga menjadi bahan evaluasi kita agar kedepan pelaksanaan proyek USO tidak boleh lagi di sub kontrakkan kepada pihak lain,” jelas politikus PDIP ini.Ditanyakan kemungkinan adanya unsur permainan proyek dalam program ini. Evita enggan menggomentarinya karena hal itu merupakan ranah aparat penegak hukum.“Saya tidak mau bicara dari aspek hukum, tapi bicara dari fungsi pengawasan terhadap jalannya proyek USO di daerah, dan kita evaluasi untuk proyek USO kedepan. Yang jelas kita melihat ada carut marut dan untuk itu kita akan perbaiki kedepannya. Mengenai kemungkinan adanya permainan itu bukan masalah kita dan kita serahkan masalah itu kepada penegak hukum. Kita hanya ingin memperbaiki model bisnis yang salah di masa lalu,” tandasnya.Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Rudiantara juga telah mengakui beberapa proyek di kementeriannya khusus di era Tifatul Sembiring menjabat sebagai menteri bermasalah.Proyek-proyek itu pun menurutnya kini sudah dihentikan karena beberapa alasan seperti karena tersangkut permasalahan hukum, adanya pencatatan administrasi yang tidak sesuai baik sehingga audit BPK pun memberikan disclaimer di era itu juga sehingga kementrian keuangan tidak lagi memberikan anggaran untuk melanjutkan proyek-proyek itu.“Memang sudah berhenti dan diberhentkan karena tidak ada kepastian mengenai pembayarannya. Pembayaran dihentikan oleh kementrian keuangan karena ada beberapa proyek yang faktanya jadi kasus hukum.APBN pun dihentikan karena dari sisi alokasi pendanaan dan juga dari sisi akutansi dan administrasi jadi catatan tersendiri oleh BPK.Ini juga yang membuat Kominfo mendapatkan disclaimer dari BPK,” ujar Rudiantara di Gedung DPR, Kamis (28/4/2016) lalu.Masalah program PLIK dan MPLIK sendiri sebenarnya sudah menjadi temuan BPK dengan hasil audit yang disclaimer. Kejaksaan pun sudah memproses kasus tersebut, namun sayangnya kasus tersebut tidak dikembangkan dan proses yang dilakukan kejaksaan agung hanya sampai vonis Mantan Kepala Balai Penyedia, Pengelola, Pendanaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI), Kementerian Kominfo, Santoso.Sementara para pejabat kominfo lainnya tidak tersentuh hukum meski banyak isu beredar adanya keterlibatan Mantan Menkominfo Tifatul Sembiring dengan staf khusunya yang bernama Adiseono yang tidak lain juga adalah anggota MPP PKS.Seperti diketahui, program USO adalah bagian dari kewajiban pemerintah dalam memberikan pelayanan universal di bidang telekomunikasi dan informatika kepada publik dengan mengelola kewajiban perusahaan telekomunikasi yang wajib membayarkan 1,25 persen dari revenue mereka. Pemerintah memanfaatkan dana ini demi mengurangi kesenjangan digital di daerah khususnya daerah pedesaan, tertinggal, dan terluar, yang secara ekonomi tidak menarik bagi penyelenggara telekomunikasi komersial.