Laporan : Evi AriskaJAKARTA, Tigapilarnews.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui dirinya pernah bertemu dengan empat pimpinan perusahaan pengembang pemilik konsesi reklamasi pulau-pulau di Teluk Jakarta.Keempat perusahaan pengembang yang dimaksud Ahok, yaitu Agung Podomoro Land, Jakarta Propertindo, Pembangunan Jaya Ancol, dan Intiland. Empat perusahaan ini bisa memulai pengerjaan pengurukan laut untuk menciptakan daratan baru di laut Jakarta.Pertemuan tersebut dilakukan di Balaikota DKI pada tanggal 18 Maret 2014 karena mereka memiliki kepentingan melanjutkan izin prinsip yang mereka terima pada masa pemerintahan Gubernur DKI Fauzi Bowo, menjadi izin pelaksanaan."Kita gak bicara perjanjian 200 miliar, jadi ada pertemuan tanggal 18 Maret, ada perjanjian , kita panggil mereka tahun 2013. Jadi isi suratnya itu, kami minta kontribusi tambahan kalau kamu mau disambung izin pulau anda. Nah di situ dibagi lah (kewajiban pengembang agar izin pelaksanaan dikeluarkan)," ujar Ahok, di Balaikota DKI, Jumat (13/5/2016) siang.Ahok mengatakan, ia menginisiasi pertemuan karena para pengembang telah siap menguruk pulau. Sementara, peraturan daerah (perda) yang bisa menjadi dasar hukum Pemerintah Provinsi DKI mewajibkan banyak hal sebagai kompensasi diberikannya izin belum ada."Kan mereka kan udah dapat kepres lama, udah dikeluarin dari pak Foke izin prinsip, prinsip terus kasih izin reklamasi, yasudah, kalau mau nyambung, aku minta tambahan, karena kemaren tambahannya enggak ada, tambahannya gimana, dasar hukumnya enggak ada, lah kalau enggak ada buat perjanjian dulu," ungkap Ahok.Ahok mengatakan, dalam pertemuan, ia meminta para pimpinan setuju dibebani kewajiban untuk membangun infrastruktur penanganan musibah banjir di daratan Jakarta. Ahok tidak merasa caranya ini melanggar hukum. Pasal 22 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, membenarkan tindakan diskresi atau pembuatan kebijakan khusus saat terjadi kekosongan landasan hukum.Ahok mengatakan, dalam pemikirannya, tindakan reklamasi merupakan amanat Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1995. Namun, Ahok mengaku tidak ingin keberadaan pulau hasil reklamasi semakin membebani Pemerintah Provinsi DKI. Lagipula, barter atau pemberian kompensasi memang sebaiknya dilakukan untuk kepentingan daerah bila pemerintah memberikan izin yang penggunaannya bisa mendatangkan keuntungan bagi pemilik izin (pengembang reklamasi)."Boleh dong kan dagang. Tapi dia (pengembang) ngak berani bikin perjanjian," tandas Ahok.Dalam berita acara, ditulis pihak yang hadir adalah Ahok, Ariesman Widjaja, David Halim, Hardy Halim, Sarwo Handayani, Sri Rahayu, Vera Revina Sari, dan Benni Agus Chandra. Adapun kewajiban yang dibebankan kepada para pengembang bermacam-macam seperti pembangunan rumah pompa, revitalisasi dermaga, pembangunan rumah susun, hingga andil dalam proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).