Senin, 04 April 2016 19:40 WIB

Ujian Nasional Belum Dapat Jadi Barometer Mutu Pendidikan

Editor : Hendrik Simorangkir
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Hari ini sebanyak 3.302.673 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) di Tanah Air mengikuti Ujian Nasional (UN).

Pelaksanaan UN pada 2016 ini diklaim berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun lalu hanya 594 sekolah yang mengikuti UN Berbasis Komputer (UNBK). Pada tahun ini, sekolah yang mengikuti UNBK sebanyak 4.402 sekolah atau sekitar 927.000 siswa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) terus mendorong pelaksanaan UNBK di seluruh tanah Air, karena dianggap lebih efesien dan dapat meminimalisasi bentuk kecurangan karena soal disajikan secara acak.

Menurut Direktur Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA), ‎Sahat Martin Philip Sinurat, UNBK ini terbukti berhasil mengurangi tingkat kecurangan hingga nol persen. Sayangnya, UNBK ini hanya dapat menekan kecurangan pada 4.402 sekolah saja. Masih ada jutaan siswa yang mengikuti ujian dengan cara konvensional. ‎Praktek kecurangan masih sangat terbuka.

"Ujian nasional bukan saja gagal meningkatkan mutu, tapi juga telah menimbulkan dampak buruk, menanamkan nilai-nilai koruptif pada siswa dan guru. Sebelum ujian nasional dilaksanakan, siswa sibuk untuk mencari kunci jawaban bahkan dengan membeli kunci jawaban. Saat pelaksanaan, banyak siswa yang mencontek. Nilai-nilai koruptif pun tertanam sejak dini di benak para siswa ini," ujar dalam keterangan tertulisnya, Senin, (4/4/2016).

Sahat menyatakan, hasil UN akan digunakan untuk menilai kinerja peserta didik dalam pendidikan dan mengukur indeks integritas sekolah. Sayangnya hal ini justru menjadi momok bagi siswa, guru dan pengelola sekolah. Sekolah berusaha membocorkan soal dan tidak jarang menutupi kecurangan para murid.

Hal ini mereka lakukan karena ujian nasional juga mengevaluasi mutu dari sekolah dan para pengajar. Apabila banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional dari suatu sekolah, maka dapat dinilai bahwa mutu sekolah tersebut buruk dan tidak memenuhi standar nasional.

"Kualitas guru dan fasilitas pendidikan belum setara di setiap daerah. Bahkan di dalam satu daerah yang sama, kesenjangan mutu sekolah masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari adanya sekolah unggulan dan non unggulan di setiap daerah. Kualitas dan kuantitas pendidik juga tidak seimbang antara di kota-kota besar dan di daerah," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, hal ini berakibat para siswa yang lulus ujian nasional belum tentu memiliki standar pendidikan yang sama. Ketika siswa-siswa tersebut melanjutkan pendidikan ataupun masuk ke dunia pekerjaan, mereka tidak mampu bertahan menghadapi permasalahan yang lebih kompleks.

"Mutu pendidikan pun terkesan dipaksakan dengan adanya ujian nasional ini. Standarisasi mutu pendidikan melalui ujian nasional dapat berlangsung dengan baik apabila fasilitas pendukung pendidikan seperti sarana prasarana dan kualitas dan kuantitas pengajar sudah ideal," sesalnya.

Karena fasilitas pendidikan yang belum memadai di banyak daerah, dia meminta sebaiknya pemerintah perlu meninjau ulang pelaksanaan ujian yang dilakukan secara nasional. Pemerintah perlu mencari pendekatan metode baru untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, seperti ‎melatih minat dan bakat dari para siswa dan tidak hanya menjejali siswa dengan pemahaman yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan siswa tersebut.

"Pendidikan Indonesia seharusnya membentuk manusia-manusia Indonesia yang dapat berpikir mandiri, kritis, dan mau belajar sehingga setelah lulus, para insan intelektual ini tidak sekedar menjadi robot-robot pekerjaan, namun dapat berinovasi dan berkarya bagi pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara," tuturnya.

Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan diharapkan dapat membentuk manusia Indonesia yang cerdas, berintegritas, dan profesional sehingga dapat melakukan pembangunan nasional yang dicita-citakan.

"Pemerintah harus segera melakukan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Bagaimana mungkin kita menuntut hasil ujian yang baik dari para peserta didik, jika selama bertahun-tahun mereka tidak mengikuti proses belajar yang berkualitas di sekolah mereka?," pungkasnya.
0 Komentar