Laporan : Arif Muhammad RiyanJAKARTA, Tigapilarnews.com - Aksi demo yang dilakukan oleh ribuan supir taksi, bis dan bajay, untuk menutup aplikasi online berupa Ubber dan Grab Taksi. Pasalnya adanya taksi online tersebut merugikan mereka.Menurut pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yakni Djoko Setijowarno, kerugian yang dialami oleh para supir taksi, bis dan bajaj ini terbilang wajar. Pasalnya, taksi online ini dapat menawarkan harga yang sangat murah lantaran tidak membayar pajak, asuransi dan KIR kendaraan kepada pemerintah."Demikian juga hal yang sama dengan gojek, selain kendaraanya juga tidak masuk kategori transportasi umum," kata Djoko saat dihubungi wartawan, Senin (14/3/2016) siang.Djoko menambahkan, jika mengacu pada UU Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ, perusahaan angkutan umum wajin memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang meliputi kenyamanan, keselamatan, keterjangkauan, keteraturan dan kenyamanan."Perusahaan angkutan umum online belum memenuhi peraturan tersebut. Pengusaha angkutan umum harus patuh UU, ini juga demi perlindungan bagi konsumen," tegasnya.Lebih lanjut, pemerintah wajib melakukan perlindungan terhadap angkutan umum dan pengusaha angkutan umum resmi. Pasalnya, transportasi umum tersebut sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat."Aplikasi tidak masalah, tapi jangan merevisi dengan cara memasukkan sepeda motor sebagai transportasi umum. Dalam masa transisi, ojek masih dapat operasi dalam wilayah yang terbatas," ujar Djoko.Selain itu, Joni, salah satu supir taksi mengaku akan terus melakukan aksi demo sampai tuntutan mereka dikabulkan oleh pemerintah."Kalau saya nggak bisa nyalahin pelanggan karena hak mereka untuk memilih. Tapi pemerintah seharusnya bisa membenahi hal itu," ucapnya.Diketahui, ribuan supir taksi, bis dan bajay, melakukan aksi demo di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, menuntut ditutupnya aplikasi Ubber dan Grab Taksi. Karena menurutnya aplikasi tersebut merugikan mereka.