7 jam yang lalu

Penulisan Ulang Sejarah Nasional Disebut Dikerjakan Profesional

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi. (foto istimewa)

JAKARTA, TIGAPILARNEWS.COM- Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia telah mencapai sekitar 70 persen.

Penulisan sejarah dikerjakan oleh sejarawan profesional dari berbagai perguruan tinggi, bukan oleh aktivis, politikus atau pihak luar disiplin sejarah.

“Rencana penulisan sejarah ini sekali lagi saya tegaskan ditulis oleh para sejarawan secara profesional. Mereka menulis juga berdasarkan keahlian masing-masing,” katanya di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Selasa (24/6/2025).

Fadli menjelaskan penulisan ini mencakup keseluruhan perjalanan sejarah Indonesia, mulai dari masa paling awal hingga era Presiden BJ Habibie. 

Untuk masa setelah itu, termasuk era reformasi dan seterusnya akan disusun dalam tahapan selanjutnya. “Yang kita tulis sekarang sampai era Presiden BJ Habibie. Jadi belum masuk ke masa reformasi lebih jauh atau Presiden-presiden setelahnya. Itu nanti akan jadi bagian berikutnya,” ucapnya.

Salah satu pembaruan penting dalam penulisan ini adalah penggunaan istilah sejarah awal untuk menggantikan istilah prasejarah. Para sejarawan dan arkeolog yang terlibat dalam tim telah menyepakati penggunaan istilah tersebut mengingat adanya perbedaan pandangan soal kapan sejarah dimulai.

“Ini memang ada perbedaan pendapat. Prasejarah itu adalah istilah lama yang menganggap sejarah dimulai sejak ada tulisan yakni abad ke-4. Tapi, para penulis kita menganggap sejarah Indonesia itu sudah dimulai sejak 1,8 juta tahun lalu ketika manusia sudah membuat kapak batu, busur, dan alat-alat budaya lainnya. Jadi sudah ada budaya, sudah ada sejarah,” ungkapnya.

Fadli juga merespons kritik bahwa proyek penulisan ulang sejarah nasional terlalu cepat dan idealnya membutuhkan waktu 10 tahun. Dia menjelaskan proyek ini tidak dimulai dari nol melainkan melanjutkan dan menyempurnakan narasi yang belum lengkap dari penulisan sebelumnya.

“Dengan keahlian para sejarawan, waktunya sudah cukup. Jangan cari-cari alasan yang aneh-aneh,” ujarnya.

Fadli menepis anggapan pemerintah ikut campur dalam narasi sejarah. Penulisan sejarah ini murni dilakukan oleh kalangan akademik.

“Yang menulis sejarah ini adalah para sejarawan. Sekali lagi, bukan aktivis, bukan politisi, bukan LSM. Yang menulis memang orang-orang yang belajar sejarah, tahu metodologinya, dan paham bagaimana menganalisis sejarah. Bukan insinyur, bukan dokter. Di Inggris dan Amerika pun begitu, yang menulis sejarah ya sejarawan,” ungkapnya.

Proyek ini melibatkan lebih dari 100 sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Indonesia terdiri dari doktor, profesor, hingga guru besar yang telah memiliki rekam jejak akademik dalam penulisan sejarah.(des)


0 Komentar