5 jam yang lalu
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Bertepatan dengan peringatan World Ocean Day, Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia atau Indonesia Divetourism Company Association (IDCA) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto.
Surat tersebut menyuarakan kekhawatiran mendalam atas aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, destinasi selam kelas dunia yang saat ini terancam rusak akibat ekspansi industri ekstraktif berupa tambang nikel.
Dalam surat terbuka kepada Presiden Prabowo, IDCA menyampaikan empat tuntutan utama, yaitu pencabutan permanen izin tambang di Raja Ampat, perluasan zona perlindungan laut, penguatan ekonomi hijau berbasis masyarakat, dan pelibatan aktif komunitas lokal dalam pengelolaan kawasan.
"Raja Ampat bukan hanya kebanggaan nasional, tapi juga simbol konservasi laut global. Keberadaan industri ekstraktif seperti tambang nikel menjadi sangat kontradiktif di kawasan dengan nilai ekologis setinggi ini," ujar Ebram Harimurti dalam siaran pers, Minggu (8/6/2025).
IDCA juga mengingatkan bahwa lebih dari 60% daya tarik pariwisata Indonesia berasal dari kekayaan alam. Raja Ampat sendiri tercatat menghasilkan lebih dari Rp 150 miliar per tahun dari sektor pariwisata, yang jauh lebih berkelanjutan dibanding industri tambang yang sifatnya jangka pendek dan merusak lingkungan.
Lokasi tambang di Pulau Kawe yang berdekatan dengan ikon wisata Wayag dikhawatirkan akan mencemari kawasan konservasi melalui sedimentasi laut, membahayakan habitat manta ray, terumbu karang, dan reputasi Indonesia sebagai destinasi selam terbaik dunia.
"Kami menyadari bahwa pembangunan nasional memerlukan strategi multisektor, termasuk pengembangan industri nikel sebagai bagian dari hilirisasi dan transisi energi. Namun, kami percaya bahwa tidak semua wilayah cocok untuk ditambang. Justru di sinilah pentingnya hadir pendekatan win-win solution antara sektor pertambangan dan pariwisata."
Melalui seruan ini, IDCA mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga warisan laut Indonesia dan menjadikan pembangunan hijau sebagai pilar utama masa depan bangsa.
Sementara, surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dengan No. 001/EXT/IDCA/VI/2025 tersebut diteken oleh Ebram Harimurti sebagai Ketua Umum IDCA dan Rani Hernanda sebagai Sekjen IDCA.
Berikut ini isi lengkap empat tuntutan IDCA dalam surat terbuka tersebut:
1. Segera memerintahkan pencabutan izin tambang di seluruh kawasan Raja Ampat secara permanen, bukan penangguhan sementara untuk kemudian dilakukan penataan ulang wilayah strategis berdasarkan karakteristik dan nilai ekologisnya sesuai keanekaragaman hayati secara jangka panjang dibanding kegiatan tambang yang bersifat destruktif dan bersifat jangka pendek.
2. Perluas perlindungan zona larangan (no take zone) dan zona penyangga atau buffer zone di antara Kawe & Wayag dan tegakkan zonasi konservasi nasional yang melarang adanya kegiatan ekstraktif.
3. Dorong ekonomi hijau dan ekowisata berbasis masyarakat lokal, sebagai alternatif nyata dan bernilai jangka panjang.
4. Libatkan masyarakat adat dan nelayan lokal dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan, agar pembangunan benar benar inklusif dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup/ Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) telah melakukan pengawasan atas kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, pada tanggal 26–31 Mei 2025. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekologis penting.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” kata Menteri Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangannya, dikutip Jumat (6/6/2025).
Terdapat empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan KLH/BPLH. Keempatnya yakni; PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
Seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan, namun hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
PT Anugerah Surya Pratama, perusahaan Penanaman Modal Asing asal Tiongkok, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.
Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KLH/BPLH saat ini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT ASP dan PT GN. Jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan mereka akan dicabut. Selain itu, PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan.
Sementara, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai, dan perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 turut memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.
Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia.(mar)