Selasa, 10 Desember 2024 14:42 WIB
JAKARTA, TIGAPILARNEWS.COM- Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 pada kisaran 4,8-5,6%, dan 4,9-5,7% pada 2026. Selain ditopang oleh konsumsi, investasi, hingga ekspor, pertumbuhan ini juga diperkuat dengan kebijakan pro growth untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
“Inflasi juga akan tetap terkendali dalam rentang 2,5 persen plus minus 1 persen pada 2025 dan 2026. Inflasi yang terkendali didukung konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” tutur Gubernur BI Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024, di Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, belum lama ini.
Dengan sinergi ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026 akan menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Sinergitas ini tercermin dalam tema pertemuan PTBI 2024 yaitu “Sinergi Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional”, yang menunjukkan kesadaran pentingnya stabilitas dalam mendorong transformasi.
Sinergi kebijakan perlu terus diperkuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks ke depan, dan mempercepat transformasi ekonomi nasional agar perekonomian tumbuh lebih kuat.
Selain dengan instrumen kebijakan moneter, BI juga menekankan empat kebijakan lainnya dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth), diantaranya kebijakan Makroprudensial, Kebijakan Sistem Pembayaran, Kebijakan Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau, serta Pendalaman Pasar Keuangan. Kebijakan ini diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
Kebijakan Makroprudensial
Gubernur BI mengatakan kebijakan makroprudensial longgar akan dipertahankan pada 2025 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dikeluarkan untuk mendorong kredit atau pembiayaan yang diarahkan ke sektor-sektor prioritas pencipta lapangan kerja.
“Jumlah insentif likuiditas untuk sektor tersebut akan naik dari Rp259 triliun pada 2024 menjadi Rp283 triliun mulai Januari 2025. Ada 102 bank penerima insentif ini yang akan mendapatkan KLM di atas tiga persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), yang dapat menambah kapasitas pembiayaan mereka,” ujarnya.
Kebijakan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) juga akan tetap dijaga longgar. Salah satu kebijakan penting dalam hal ini adalah tetap diberlakukannya kebijakan uang muka kredit nol persen untuk kredit properti dan kredit otomotif, yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan di sektor properti dan otomotif.
Gubernur BI juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan sistemik untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Digitalisasi Sistem Pembayaran
Kebijakan sistem pembayaran pada tahun 2025 akan diarahkan untuk mempercepat kemajuan digitalisasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sebagaimana Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.(des)