Sabtu, 07 September 2024 14:00 WIB

Rocky Jelaskan Alasan Selama ini Kritik Jokowi

Editor : Yusuf Ibrahim
Rocky Gerung. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Akademisi Rocky Gerung menceramahi semua pembicara yang hadir dalam program Rakyat Bersuara iNews TV bertajuk 'Banyak Drama Jelang Pilkada, Kenapa?' yang ditayangkan, Selasa (3/9/2024) malam.

Rocky menjelaskan alasannya selama ini mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagai seorang dosen, kata Rocky, dirinya berpikir bahwa politik harus diasuh dengan force of better argument. Tidak ada sentimen pada wilayah tersebut.

Kritikan pedas kepada Presiden Jokowi ditujukan pada jabatannya bukan pribadi Jokowi sebagai manusia. "Saya memilih untuk menghina Presiden Jokowi, bukan Jokowi sebagai persona, yang saya hina jabatan dia. (Ada yang bilang) Rocky Gerung menghina presiden, loh presiden bukan orang, presiden itu fungsi, jabatan," kata Rocky Gerung dikutip, Sabtu (7/9/2024).

Menurut Rocky Gerung, presiden sebagai jabatan tidak memiliki martabat. Presiden memiliki martabat ketika menjalankan fungsi sebagai raja, karena tubuh publiknya menyatu dengan tubuh private. Rocky menegaskan bahwa martabat itu hanya ada pada orang, yang disebutnya sebagai human dignity.

"Saya menghargai manusianya bukan jabatannya itu itu yang musti jelas," katanya.

Mantan pengajar filsafat di Universitas Indonesia (UI) itu menegaskan bahwa kritik terhadap Presiden Jokowi didasarkan pada metodologis yang jelas. Ia menyatakan tidak ada kebencian kepada Jokowi sebagai manusia.

"Kaesang menikah saya diundang oleh keluarga Jokowi. Anies telepon dari Jogja, Rock di mana Rock, kenapa? Gua itu sudah 3 jam belum bisa ketemu Jokowi karena musti ngantre. Gua bilang, gua diundang malam hari ya bisa langsung masuk tuh. Nggak ada problem," tutur Rocky.

Bahkan, Gibran ketika masih menjabat Wali Kota Solo, kata Rocky, pernah bertandang ke kediamannya untuk belajar. Dalam kunjungan itu, Gibran minta dikritik, sehingga Rocky pun memberikan kritik kepada Gibran, bahkan iparnya, Bobby Nasution yang menjabat sebagai Wali Kota Medan.

Rocky kemudian menceritakan pengalamannya ketika naik Gunung Himalaya. Di ketinggian sekitar 5.000 meter dan suhu minus 20 derajat Celsius ia kehilangan orientasi. Satu-satunya tempat berlindung adalah kandang yah, hewan endemik Himalaya yang mirip banteng kecil.

Rocky menggunakan kotoran yah untuk alas tidur menghangatkan diri. "Kotoran itu berguna untuk menyelamatkan saya. Tidak semua yang najis itu tidak berguna, apalagi dalam politik," katanya.

Dalam kesempatan itu, Rocky juga menceritakan dirinya dibully karena menyampaikan terima kasih kepada Presiden Jokowi ketika atlet panjat tebing meraih medali emas. Rocky merupakan salah satu Pengurus Pusat Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI).

"Saya puji Jokowi dari situ. Terima kasih Pak Jokowi karena memungkinkan saya membawa pulang medali emas, saya dibully di sini, ngapain puji-puji Presiden Jokowi Rock? Dia presiden saya ketika saya di luar negeri, yang menang Indonesia, saya ikut upacara bendera, kenapa saya tidak mau berterima kasih kepada Jokowi. Kan itu yang kita sebut value, kejujuran dalam berpolitik," katanya.

Rocky kembali menegaskan bahwa ia tidak memiliki masalah dengan pemerintah. Yang dipersoalkan adalah kebijakan pemerintah yang tidak jelas. Di zaman Presiden SBY, Rocky juga kerap melontarkan kritik keras. Namun saat ini ia kerap berdiskusi dengan SBY.

Ia ingin memisahkan tentang mental seorang yang mampu memisahkan pengetahuan tentang kebijakan dan penghormatan kepada personal. "Saya akan tetap kritik. Dan tidak mungkin saya dipidana karena caci maki Jokowi atau memuji Jokowi. Pasal penghinaan presiden sudah tidak ada lagi," katanya.

Rocky menegaskan bahwa dirinya mencintai Negara Indonesia. Tidak ada gunanya mencintai presiden, pejabat, dan politik busuk, karena umur mereka hanya 5 tahun, sedangkan bangsa Indonesia sepanjang hidup. Karena itu, politik yang sehat harus dimulai dari ambang batas 0% bagi calon pemimpin agar dapat memberikan argumen yang bagus.

Rocky mengajukan dua prinsip utama dalam memilih calon pemimpin, yakni etikabilitas dan intelektualitas. Setelah lolos dua prinsip tersebut, maka baru berbicara elektabilitas.(san)


0 Komentar