Jumat, 26 Juli 2024 17:52 WIB

Demokrasi Indonesia Disebut Brutal dengan Politik Uang

Editor : Yusuf Ibrahim
Pendiri INDEF Didik J Rachbini. (foto istimewa)

JAKARTA Tigapilarnews.com- Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) kembali menggelar Sekolah Demokrasi (Sekdem) tahun 2024. Berbeda dengan tahun sebelumnya, Sekdem yang digelar secara daring, Jumat (26/7/2024) ini dilakukan bersama-sama dengan INDEF School of Political Economy.

Sekdem kali ini membahas tema “Tantangan Ekonomi Politik Pemerintahan Baru: Menyambut Kabinet Prabowo-Gibran". Pendiri INDEF Didik J Rachbini menilai demokrasi Indonesia saat ini brutal dengan politik uang. Kaum intelektual harus menemukan inovasi untuk mengatasi persoalan tersebut. 

"Demokrasi Indonesia yang sekarang ini brutal dengan politik uang, itu harusnya para intelektual menemukan inovasi. Jadi politik uang harus dipotong, satu misalnya risetnya Prof Ward Berenschot, diskusi dengan saya juga, saya bawa ke DPR," kata Didik.

Pihaknya juga mengkritik praktik uang mahar dalam kontestasi pilkada. "Itu uang mahar harusnya nggak boleh ada, harus ditarik ke ranah ilegal, ranah kriminal. Jadi ada tukar menukar mahar untuk pencalonan itu seperti pelacuran, nggak boleh ada di situ. Tapi, partai kan tidak mau, karena partai dapatkan uang dari situ," ujarnya.

Salah satu solusi menghilangkan mahar politik dengan cara funding partai dan inovasi. "Solusinya funding partai harus dilakukan. Kedua harus banyak inovasi, walaupun mengubah struktur politik, nggak usah ada pilkada. Jangan ada pilkada, pilkada langsung aja, misalnya di Madura atau di Mojokerto itu anggota DPRD terbanyak dari partai terbesar langsung jadi bupati kan tidak ada politik uang, hilang, jadi harus banyak inovasi," ungkapnya.

"Jadi sekarang ini brutal sekali, harus banyak inovasi dan trackpol harus terlibat. Kalau tidak saya kira ini sangat berat," tambahnya.

Kepala Sekolah Demokrasi LP3ES Wijayanto mengatakan, tujuan diselenggarakannya Sekdem ini untuk melahirkan generasi demokrat yang setia pada nilai-nilai demokrasi. "Kita juga berharap bahwa sekolah perkaderan kali ini juga bisa melahirkan para kader pemimpin muda yang mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang semakin kompleks dengan berbagai permasalahannya," ujarnya.

Wijayanto menilai Sekdem kali ini juga penting untuk lahirnya pemimpin muda dengan gagasan baru dan praktik-praktik politik baru di tengah gelombang disinformasi yang melanda dunia.

"Perubahan iklim, ancaman krisis ekonomi yang ada di dunia, penyalahgunaan AI, cyber crime, dan perang yang saat ini masih berlangsung tidak jauh dari sini antara Ukraina dan Rusia dan yang tetap bergejolak di Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Semuanya bisa mengancam masa depan umat manusia jika kita tidak tangani dengan baik," katanya.

Menurut dia, disinformasi dan hate speech inilah yang menjadi salah satu faktor membuat demokrasi mengalami kemunduran, melahirkan polarisasi politik, bahkan berujung pada perang dan genosida seperti yang terjadi di Rwanda.

"UNESCO bahkan menyebut disinformasi merupakan masalah yang lebih serius daripada perubahan iklim, karena gara-gara disinformasi inilah orang bisa tidak percaya pada perubahan iklim," ujarnya.(mir)


0 Komentar