Jumat, 01 Maret 2024 15:58 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Banyak pihak terkejut ujug-ujug Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan Tanda Kehormatan Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang juga Capres 2024.
Pemberian pangkat istimewa ini sesuai Keppres No 13/TNI/2024 tanggal 21 Februari 2024. Penyematan Jenderal Kehormatan ini membuahkan protes di mana-mana mengingat persoalan masa lalu Prabowo terkait peristiwa kekerasan yang memilukan hati rakyat Indonesia karena berkategori melanggar HAM berat sejak tahun 1997 dan kerusuhan Mei 1998.
Masalah pelanggaran etik tersebut berproses di DKP yaitu pemberhentian Prabowo dari Dinas Keprajuritan TNI, sementara proses pidananya jalan di tempat.
DKP dibentuk dengan SK Pangab No SKEP/533/P/ VII/1998 tanggal 24 Juli 1998, kemudian DKP melaksanakan tugas pemeriksaan terhadap Prabowo dan saksi-saksi lalu mengeluarkan Keputusan DKP No KEP/03/ VIII/1998/DKP tanggal 21 Agustus 1998 yang dalam konsiderans bagian kesimpulan mengungkap berbagai perilaku buruk Prabowo.
Sejumlah perilaku Prabowo dimaksud yaitu Prabowo cenderung memiliki kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hierarki, disiplin dan hukum berlaku, serta tidak mencerminkan etika profesionalisme dalam pengambilan keputusan. “Sehingga, pemberian tanda kehormatan bintang empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo merupakan kebijakan kontraproduktif, error in persona, dan sewenang-wenang dengan mengabaikan standar tanda kehormatan itu,” ujar Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus dalam keterangan, Rabu (28/2/2024).
Sikap Jokowi Disesalkan
Patut disesalkan sikap Presiden Jokowi sama sekali tidak mempertimbangkan rasa keadilan para korban kerusuhan Mei 1998 yang setiap Kamisan demo di depan Istana dan rasa keadilan publik yang setiap tahun menuntut hak-hak mereka.
Presiden juga mengabaikan, tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti asas-asas, tujuan dan syarat-syarat pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2009 Tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Jokowi hanya melihat pemberian Tanda Kehormatan semata-mata sebagai hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUD 1945, tetapi Presiden tidak sadar bahwa hak prerogatif dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan itu bukanlah cek kosong yang kapan saja bisa diisi seolah-olah berlaku absolut tanpa asas, tujuan, dan syarat tertentu.
Harus Dibatalkan
“Sikap Jokowi terlalu banyak memberikan privilage kepada Prabowo, termasuk mendukung pencapresan Prabowo yang dengan tangan terbuka tanpa syarat menerima Gibran Rakabuming Raka (putra Presiden Jokowi) sebagai cawapresnya. Sekarang malah memberikan Tanda Kehormatan yang patut dinilai sebagai ajang balas jasa atau gratifikasi dari Jokowi kepada Prabowo,” ungkap Petrus.
Jokowi juga membuat Prabowo menjadi berkepribadian ganda karena di satu sisi pangkat dan jabatan Pangkostrad dicopot Presiden BJ Habibie pada 22 Mei 1998. Kemudian, Dinas Keprajuritan Prabowo telah diberhentikan dengan Keputusan Presiden BJ Habibie pada 20 November 1998 dan hingga kini tidak pernah dicabut.
Di sisi lain, Keputusan Presiden Jokowi pula Prabowo diberi Tanda Kehormatan Bintang Empat, pangkat Jenderal Kehormatan. “Ini menunjukkan keanehan dan betapa buruknya administrasi Kepresidenan masa Presiden Jokowi di mana terjadi saling tumpang tindih,” ucapnya.
Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus ikut bertanggung jawab karena gegabah mengusulkan pemberian Tanda Kehormatan secara kontraproduktif, error in persona, dan sewenang-wenang kepada Jokowi untuk diberikan kepada Prabowo.(mir)