Kamis, 21 Desember 2023 17:37 WIB
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan satu kartu untuk beberapa manfaat atau kegunaan seperti KTP Sakti ini sebenarnya telah lama dijalankan.
Bahkan, seharusnya kalau dijalankan dengan benar, kartu sakti ini bisa menjadi single identity number atau nomor induk kependudukan (NIK) seperti halnya e-KTP yang bisa digunakan untuk banyak keperluan.
Sebagaimana konsep e-KTP, lanjut Nailul, satu kartu ini bisa digunakan di mana masyarakat dapat berbagai kegunaan hanya tinggal memindai dengan reader untuk keperluan apapun. Mulai dari kartu kesehatan, pendidikan, bahkan yang tercanggih, keuangan. "Tapi ya karena anggaran e-KTP kita dikorupsi jadinya kita menikmati e-KTP yang tidak berguna ini sekarang," kata dia, Rabu (20/12).
Mirisnya, karena program e-KTP dikorupsi, hal itu membuat masyarakat Indonesia masih harus fotokopi e-KTP untuk berbagai keperluan, termasuk mengurus BPJS yang harus melampirkan fotokopi KTP.
Nailul mengatakan program KTP Sakti yang akan digagas Ganjar seharusnya bisa meningkatkan kualitas e-KTP sekarang menjadi kartu untuk berbagai kebutuhan. "Sangat dimungkinkan sekali hal tersebut di mana manfaatnya banyak. Identitas penerima bantuan pemerintah bisa langsung terintegrasi dengan kartu sakti tersebut, sehingga bisa meminimalisir human error yang disengaja maupun tidak sengaja," ucapnya lebih lanjut.
Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan sebenarnya upaya untuk melakukan integrasi data telah dimulai di periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Data yang kemudian digunakan untuk penyaluran bansos itu, lanjutnya, kemudian dicoba untuk diintegrasikan dengan bantuan ataupun penyaluran di pos belanja lain, seperti belanja bantuan subsidi. "Memang salah satu asumsi yang perlu ditekankan untuk keberhasilan integrasi data ini adalah bagaimana stakeholder ataupun pihak terkait itu melakukan verifikasi dari data yang sudah ada saat ini," kata Yusuf.
Menurut dia, verifikasi ini penting untuk memastikan bahwa mereka yang kemudian akan menerima bantuan yang terintegrasi adalah orang yang benar-benar berhak dalam kapasitas untuk menerima bantuan tersebut.
Yusuf menjelaskan ketika verifikasi ini bisa dijalankan secara optimal, maka digitalisasi dalam konsep kartu sakti ini akan membantu untuk memastikan bahwa sistem integrasi ini memang bisa bekerja secara optimal. Artinya, dengan digitalisasi data yang dibangun kemudian disatukan. "Dan dari digitalisasi itu sebenarnya bisa diharapkan data yang digunakan real time," lanjut dia.
Yusuf berpendapat tantangan utama dalam mendorong digitalisasi bansos adalah verifikasi data yang dilakukan terlebih dahulu untuk didigitalisasikan kemudian.
Di sisi lain, Yusuf menjelaskan, selain krusialnya verifikasi data penerima, pemerintah sebelumnya sebenarnya pernah mengeluarkan kebijakan yang sifatnya digital untuk penyaluran bansos dan bentuk e-Warong atau Elektronik Warung Gotong Royong.
Namun ia menilai konsep e-Warong tak bekerja secara optimal karena adanya penyimpangan moral yang dilakukan oleh oknum tertentu sehingga terjadi kesalahan dari tujuan awal pendirian e-Warong tersebut. "Saya kira jika memang ingin didorong untuk digitalisasi bansos, maka beberapa kelemahan yang muncul di program e-Warong bisa dijadikan evaluasi oleh tim dari paslon Ganjar dan Mahfud MD," pungkas Yusuf.(des)