Kamis, 31 Agustus 2023 14:18 WIB

Kondisi Salju Abadi di Puncak Jaya Semakin Mengkhawatirkan, Terus Mencairan Akibat Perubahan Iklim

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi kondisi salju abadi di Puncak Jaya, Papua. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut kondisi salju abadi atau tutupan es di Puncak Jaya, Papua, semakin mengkhawatirkan karena terus mengalami pencairan akibat dampak perubahan iklim.

Fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi turut mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya tersebut. Bahkan, saat terjadi El Nino kuat pada 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun.

“Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut,” ungkap Dwikorita.

Dwikorita menerangkan, Indonesia menjadi salah satu lokasi unik di wilayah tropis karena memiliki salju abadi. Salju abadi di Puncak Jaya, kata dia, adalah sebuah keajaiban alam yang menarik banyak perhatian dari kalangan ilmuwan, peneliti, serta pecinta alam.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi tersebut. Dwikorita mengatakan sejak 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya.

BMKG dengan didukung PT Freeport Indonesia terus melakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya. “Hasilnya, sejak pengamatan dilakukan sampai saat ini, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan,” ucapnya.

Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada 2010-2015. Sementara itu, dari Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya menambahkan dalam rentang waktu 2016-2022, laju penipisan es terjadi sekitar 2,5 meter per tahun.

Adapun luas tutupan es pada 2022 sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan. “Dampak nyata lainnya dari pencairan es di pegunungan ini adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global,” imbuhnya.

Dwikorita menekankan semua pihak perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dilakukan bersama baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dan pihak terkait lainnya.

Pengurangan emisi gas rumah kaca dan penerapan energi baru dan atau terbarukan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan. “Kita perlu terus menjaga dan mengendalikan laju kenaikan suhu dengan cara mentransformasikan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan,” tandasnya.(des)


0 Komentar