Kamis, 24 November 2022 13:54 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Gempa bumi di Cianjur pada (21/11/2022) lalu menyebabkan setidaknya 268 kematian dan merusak 22.000 bangunan terjadi karena gempa dangkal.
Meski hanya berkekuatan 5,6 skala richter, gempa ini jauh lebih kecil daripada banyak gempa bumi lainnya yang telah menyebabkan kematian dan kehancuran di Indonesia selama beberapa dekade terakhir. Mengapa gempa Cianjur sangatlah berbeda?
Salah satu alasan utama yang membuat gempa bumi ini begitu merusak adalah kedalamannya yang dangkal, yaitu 10 km. Peristiwa ini harus menjadi peringatan untuk meningkatkan praktik kontruksi bangunan di Indonesia, mengingat bencana dangkal yang jauh lebih besar dapat terjadi di Jawa kapan saja.
Seperti dilansir dari Conversations Kamis (24/11/2022), Dua faktor terpenting yang menentukan intensitas guncangan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi adalah kekuatan dan jaraknya. Gempa bumi besar dengan kedalaman lebih dari 50 km dapat menyebabkan kerusakan yang meluas, tetapi intensitas guncangan berkurang karena gelombang seismik berjalan setidaknya 50 km sebelum mencapai ke permukaan hingga dapat dirasakan manusia.
Gempa bumi seperti ini jarang menimbulkan korban jiwa yang besar. Sebagai contoh, gempa Tasikmalaya yang berkekuatan 6,5 SR pada tahun 2017 terjadi pada kedalaman 90 km dan hanya menewaskan empat orang dan merusak 4.826 rumah.
Meskipun gempa Cianjur yang baru-baru ini terjadi jauh lebih kecil dari gempa Tasikmalaya – dengan kekuatan 5,6 skala Richter, energinya delapan kali lebih kecil, kerusakan yang dihasilkan jauh lebih besar. Gempa Cianjur memiliki dampak yang lebih besar karena terjadi dalam jarak beberapa kilometer dari kota Cianjur, dengan guncangan yang dikategorikan “parah” – (Skala 8 menurut menurut skala yang dibuat oleh seorang vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli).
Perbandingan serupa dapat dilakukan dengan gempa zona yang terjadi di lepas pantai. Meskipun ukurannya bisa jauh lebih besar daripada gempa Cianjur, gempa jenis ini umumnya berjarak 100 km atau lebih dari pusat populasi, sehingga menyebabkan lebih sedikit korban jiwa akibat keruntuhan bangunan.(mir)