Selasa, 23 Agustus 2022 13:54 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Pemerintah Singapura telah memutuskan akan mencabut larangan berhubungan seks antar-pria atau homoseks.
Namun, keputusan itu belum memuaskan komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Dalam pengumumannya pada hari Minggu, Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong mengatakan Singapura akan mencabut Pasal 377A Undang-Undang Pidana--produk hukum warisan era kolonial yang mengkriminalisasi pelaku seks gay atau homoseks.
Meski mengakhiri kriminalisasi terhadap homoseks, PM Lee menegaskan pemerintah tidak akan mengubah definisi hukum pernikahan yang tetap antara seorang pria dengan seorang wanita.
Pemerintah Singapura juga akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah gugatan hukum yang menginginkan pernikahan sesama jenis diakui negara. Menurut para aktivis LGBT, langkah pemerintah itu tidak akan mengakhiri diskriminasi terhadap kelompok LGBT di Singapura yang masih konservatif.
"Ini hanya langkah kecil, kecil," kata Andre Ling (44), pria Singapura yang tinggal dengan pasangan pria-nya asal Australia, Cameron Sutherland (47).
Pasangan sesama jenis itu memiliki anak lelaki berusia dua tahun, yang kemungkinan anak adopsi. "Tetapi di luar itu, jika Anda akan memiliki keluarga atau Anda ingin menikah dan ingin berada di Singapura dan diperlakukan sama, itu tidak akan terjadi," keluh Ling.
Ling menikah dengan Sutherland di Australia, di mana pernikahan sesama jenis legal di sana. Tetapi pernikahan mereka tidak diakui di Singapura sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk hak-hak istimewa tertentu yang diberikan kepada pasangan menikah seperti perumahan bersubsidi.
"Dengan datang ke Singapura, kami tahu bahwa akta nikah kami akan seperti selembar kertas toilet," kata Ling, seperti dikutip Reuters, Selasa (23/8/2022).
Perlakuan terhadap kelompok LGBT telah lama menjadi topik perdebatan di Singapura, sebuah negara dengan masyarakat multi-ras, multi-agama yang memiliki populasi 5,5 juta jiwa. Meskipun Pasal 377A Undang-Undang Pidana Singapura--di mana pelanggar dapat dipenjara hingga dua tahun--belum diberlakukan pada laki-laki dewasa selama beberapa dekade, beberapa kelompok agama ingin undang-undang itu tetap ada.
Mereka khawatir pencabutannya dapat mempromosikan homoseksualitas dan menantang struktur keluarga tradisional. Dalam upaya untuk meredakan beberapa kekhawatiran tersebut, PM Lee Hsien Loong mengatakan pada hari Minggu bahwa pemerintahnya akan melindungi definisi pernikahan, yaitu antara seorang pria dan seorang wanita, dari gugatan konstitusional di pengadilan.
"Ini adalah keseimbangan yang baik," kata Daniel Poon, seorang penduduk lokal berusia 55 tahun, kepada Reuters.
Namun, orang lain tidak melihatnya seperti itu. “Beberapa orang merasa bahwa lebih banyak yang bisa dilakukan,” kata Bryan Choong, ketua kelompok advokasi LGBTQ Oogachaga.
Dia menambahkan bahwa pencabutan Pasal 377A “sudah lama tertunda”. "Kesetaraan pernikahan penting bagi banyak orang di komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ) Singapura, dan pintu menuju kemungkinan itu tidak boleh ditutup," kata Choong.(mir)