Sabtu, 18 Juni 2022 11:43 WIB

Pengamat Ingatkan Nasdem Tak Tarik Jenderal Andika untuk Berpolitik Praktis

Editor : Yusuf Ibrahim
Rakernas Partai Nasdem. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menjadi salah satu nama yang diusung Partai Nasdem sebagai bakal Calon Presiden RI dalam Pilpres tahun 2024.

Hal tersebut mendapatkan sorotan dari pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin. Dijelaskannya, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dilarang untuk berpolitik praktis. Seorang tentara yang ingin berpolitik, diwajibkan untuk mengundurkan diri terlebih dahulu dari institusi TNI.

"Ketika mereka masih aktif jangan sampai ditarik ke wilayah politik agar kita bisa menjaga demokrasi secara sehat, bermartabat, dan semakin hari semakin kuat. Ini harus menjadi catatan penting kita bersama dan disepakati. Mereka boleh berpolitik jika sudah pensiun atau mengundurkan diri," katanya ketika dihubungi media ini, Sabtu (18/6).

Sebagi catatan, aturan tersebut juga tertuang dengan tegas dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Menurut UU tersebut, tentara profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara.

Pasal 39 berbunyi, “Prajurit dilarang terlibat dalam: 1. kegiatan menjadi anggota partai politik; 2. kegiatan politik praktis; 3. kegiatan bisnis; dan 4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.”

Maksud dari tidak berpolitik praktis ini adalah seluruh tentara hanya mengikuti politik negara. Artinya, TNI tunduk pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang telah dibuat presiden dengan melalui mekanisme ketatanegaraan.

UU pun menegaskan dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis harus dihindari.

Sederet sanksi akan diberikan kepada prajurit TNI yang terbukti terlibat dalam politik praktis, mulai dari sanksi ringan, sedang hingga sanksi berat. Sanksi tersebut dapat berupa tidak mendapat kenaikan pada pangkat, pendidikan serta jabatannya, dan lain-lain.

Tak hanya itu, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) juga mengatur sanksi bagi prajurit TNI yang terlibat dalam politik praktis. Dalam Pasal 494 UU ini, tentara yang ikut serta dalam kegiatan kampanye Pemilu dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Terlebih, netralitas adalah hal mutlak yang harus dipegang teguh setiap prajurit TNI. Partai politik yang berkeinginan mengusung TNI aktif ke dalam perebutan kekuasaan bukan saja tidak menghormati etika, tapi juga menunjukkan buruknya proses kaderisasi di internal partai itu sendiri.

"Walaupun keputusan ini menjadi kewenangan Nasdem, mestinya pak Jokowi menegur, sebagai partai koalisinya karena dianggap menarik-narik TNI masih aktif ke politik," tambah Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) tersebut.

Sebelumnya, Andika Perkasa bersaing dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dalam bursa Capres usungan Partai Nasdem.

Munculnya Andika Perkasa diungkap Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (17/6/2022).

“Ini tiga nama pilihan Rakernas, saya harus mengingatkan, tidak ada yang kurang satu sama lain, nilainya sama di mata saya sebagai ketua umum. Pertama, Anies Rasyid Baswedan. Kedua, Andika Perkasa. Ketiga, Ganjar Pranowo,” kata Surya Paloh.(mir)


0 Komentar