Sabtu, 27 Februari 2021 23:59 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Disparitas antara-orang kaya dan miskin di Indonesia yang semakin besar di tengah pandemik Covid-19 sudah dapat diprediksi oleh begawan ekonomi, Rizal Ramli.
Hal itu terlihat dari kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyai Indrawati, yang hanya berpihak pada orang kaya. Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu menyoroti kebijakan pungutan pajak yang dilakukan pemerintah. Di mana pajak justru terus-terusan menyasar komoditas rakyat kecil. Sementara komoditas besar tidak disentuh.
Sejak tiga tahun lalu, Rizal Ramli mengkritik tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor atau PPh pasal 22 untuk 1.147 komoditas impor. Sebab, komoditas itu hanya ecek-ecek, atau sing printil (yang kecil-kecil) dalam istilah Rizal Ramli.
Disebut sing printil karena pungutan pajak ini hanya menyasar para pengusaha menengah. Sementara pungutan pajak untuk impor 10 besar komoditas inti malah relatif lebih rendah, seperti komputer, mesin, elektrikal, dan equipment (perlengkapan), besi, dan baja.
Alhasil sebut Rizal Ramli, dampak dari kebijakan Menteri Sri Mulyani itu membuat mereka yang kaya menjadi semakin kaya. Bahkan faktanya sebuah lembaga konsultan berbasis di London, Knight Frankmerilis mengungkapkan, bahwa Indonesia akan mengalami kenaikan jumlah orang dengan kekayaan sangat tinggi atau crazy rich selama lima tahun ke depan.
Mereka yang memiliki uang di atas 30 juta dolar AS diprediksi akan melonjak hingga 67 persen di tahun 2025. Lonjakan ini menjadi yang paling tajam di dunia. “Inilah dampak dari kebijakan Menkeu Terbalik. Pajakin rakyat kecil sing printil, kurangi pajak, dan tax holiday untuk yang besar-besar dan asing,” kata Rizal Ramli.
Dia pun menyinggung Presiden Joko Widodo apakah selama ini tidak merasa aneh dengan kebijakan Sri Mulyani yang kurang peka pada ekonomi dan rakyat. “Pak Jokowi apa ndak sadar, makin lama makin bikin rakyat susah?” tukas Rizal Ramli yang juga mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu.
Senada dengan Rizal Ramli, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi berpendapat, upaya Menteri Keuangan, Sri Mulyani memajaki rakyat kecil bukanlah jawaban untuk menutup defisit APBN yang nyaris Rp1.000 triliun. “Seperti nyari salep untuk ngobati tumor. Kebijakan penuh humor,” tandasnya.(yor)