Rabu, 16 September 2020 10:42 WIB

Pengamat Ingatkan Waspadai Gelombang PHK

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi batu bara. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Agustus 2020 mengalami surplus USD2,33 miliar.

Pencapaian itu lebih rendah surplus pada Juli 2020 yang sebesar USD3,26 miliar seiring menurunnya ekspor. BPS melaporkan ekspor Agustus 2020 mencapai USD13,07 miliar, turun 4,62% dibandingkan Juli 2020. BPS juga mencatat kinerja ekspor pada Agustus 2020 hampir seluruhnya mengalami penurunan, baik migas dan nonmigas yang masing-masing 27,23% dan 7,16% secara tahunan. 

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengaku khawatir dengan penurunan ekspor tersebut. Menurutnya, penurunan ekspor akan berefek pada sektor seperti batu bara, migas, dan minyak sawit (crude palm oil/CPO). Sektor-sektor itu dikhawatirkan akan melakukan efisiensi lebih dalam di kuartal ketiga akibat penurunan ekspor.


“Kita akan menghadapi gelombang PHK massal di sektor berbasis komoditas sampai waktu yang belum bisa dipastikan. Otomatis kuartal ketiga makin menguatkan Indonesia masuk pada resesi ekonomi,” kata Bhima, di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, penurunan surplus perdagangan ini juga akan membuat investor asing menunda investasinya. “Dampak dari penurunan surplus diperkirakan membuat investor akan menunda untuk masuk ke sektor perkebunan dan industri manufaktur sampai situasi demand global membaik,” katanya.

Bhima menegaskan, turunnya surplus disebabkan oleh rendahnya harga komoditas unggulan ekspor. Harga minyak dunia, misalnya, rata-rata mengalami penurunan 29,5% sejak awal tahun 2020 akibat kontraksi pada permintaan global di saat pandemi.

“Sementara harga batu bara acuan Australia mengalami penurunan 27,7% sejak awal tahun (year-to-date). Harga minyak kelapa sawit anjlok 6,1% dalam rentang waktu yang sama,” paparnya.

Dia pun mengatakan beberapa negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 mulai melakukan lock down atau pengetatan mobilitas penduduk. Ini memengaruhi ekspor nonmigas seperti alas kaki yang turun 17% dibandingkan Juli dan logam mulia dan perhiasan yang anjlok 16,6%.

“Terganggunya rantai pasok selama masa pandemi masih berdampak luas terhadap aktivitas perdagangan. Delay atau pengiriman barang yang terlambat akhirnya membuat pelaku usaha domestik menurunkan kapasitas produksinya,” katanya.

Sebagaimana diketahui, BPS melansir nilai ekspor pada bulan Agustus 2020 mencapai USD13,07 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan impor yang mencapai USD10,74 miliar. “Neraca dagang kita surplusnya tinggi sedikit dibandingkan bulan sebelumnya,” ujar Kepala BPS Suhariyanto, dalam video virtual, kemarin.

Secara tahunan, ekspor mengalami penurunan 8,36% pada Agustus 2019. Hal ini dipicu oleh penurunan ekspor migas dan nonmigas year on year masing-masing 27,23% dan 7,16%.

Ekspor nonmigas Agustus 2020 mencapai USD12,46 miliar atau lebih rendah 4,35% dibandingkan Juli 2020. Sementara jika dibanding ekspor nonmigas Agustus 2019, turun 7,16%.

Impor Indonesia sepanjang Agustus 2020 mencapai USD10,74 miliar atau naik 2,65% dari Juli 2020. Kenaikan terjadi karena ada pertumbuhan impor nonmigas dan migas masing-masing 2,65% dan 3,01%.(ist)


0 Komentar