Selasa, 18 Agustus 2020 11:49 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pandemi COVID-19 membawa berkah tersendiri bagi Yudi Yudiantara, pecinta sepeda asal Kota Bandung.
Berkat kecintaannya terhadap sepeda, dia bersama temannya membuat sepeda lipat tiga pertama buatan Indonesia. Kini pemesanan sepeda ini telah mencapai 500 unit. Karena keterbatasan produksi, sepeda Kreuz akhirnya menutup pemesanan. Karena untuk memenuhi 500 unit, diperkirakan baru selesai pada tahun 2023 mendatang.
"Kemampuan woskhop saya saat ini hanya 15 unit per bulan. Karena ini sepada betul betul handmade. Makanya pemesanan via WhatsApp, Instagram, atau Facebook sudah kami tutup," kata Yudi di kediamannya, Jalan Batik Jonas, Kota Bandung, Senin (17/8/2020).
Menurut dia, tingginya pemesanan sepeda ini setelah pandemi melanda Indonesia. Banyak masyarakat memilih gowes menggunakan sepeda untuk beraktivitas fisik. Apalagi, sepeda buatan Bandung ini ramai diperbincangkan di media sosial, karena mirip sepeda mahal Brompton.
Hingga kini, pemesanan terus berdatangan. Tak terkecuali dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) yang memesan 2 sepeda bernama Merah Putih. Sepeda itu bahkan sudah dipakai Jokowi. Sejak saat itu, pemesanan semakin meningkat.
"Banyak pejabat seperti Gubernur dan pejabat BUMN yang memesan. Kebanyakan adalah pejabat dari pusat dan luar daerah. Masyarakat umum juga banyak, mereka mau waiting list dan memberi uang muka untuk penyerahan hingga 2023," beber dia.
Tetapi, kata dia, mereka yang sudah melakuan pemesanan tidak perlu khawatir akan lama mendapatkan sepeda itu. Karena, saat ini Yudi sedang mempersiapkan pabrik di Lembang. Pabrik itu nantinya memilki kapasitas produksi sampai 50 unit.
"Kalau pabriknya sudah siap, waiting list yang mencapai 500 unit itu, bisa kami penuhi dalam waktu 10 bulan. Harapannya, dalam waktu dekat bisa selesai dan segera beroperasi," beber pria lulusan teknik mesin ini.
Kendati begitu, kata dia, membuat sepeda lipat tiga tidak bisa sepenuhnya mengandalkan mesin. Perlu sentuhan tangan khusus, agar hasilnya dapat memuaskan. Apalagi untuk beberapa bidang, seperti engsel dan sambungan perlu las secara presisi.
"Pernah saat masih membuat prototipe, sepeda bisa dilipat tapi tidak bisa dilepas lagi. Ternyata masalahnya ada di engsel. Ada cara khusus, sehinga hasilnya bisa menjadi seperti sekarang," jelasnya.
Untuk komponen khusus, kata dia, juga dibuat dengan rig khusus. Menggunakan mesin bubut yang tidak sembarangan. Karena komponen itu tidak ada di pasaran. Nyaris hampir 30 komponen Kreuz dibuat sesuai spesifikasi.
"Jadi salah kalau dibilang Kreuz ini mencontek sepeda Bromton. Kita strukturnya berbeda. Memang saya membuat sepeda ini berdasarkan ATM (amati, tiru, dan modifikasi). Dan Kreuz ini betul betul hasil modifikasi. Berbeda dengan Bromton," beber Yudi yang sudah jatuh bangun mejadi pelaku usaha skala mikro dan kecil.
Sampai saat ini, kata dia berbagai cibiran, terutama di media sosial terus berdatangan. Namun, semua itu dia abaikan. Saat ini dia fokus bagaimana produk lokal ini bisa berkembang besar, dan menjadi pemain di negeri sendiri.
Saat ini, dia sedang mengurus SNI dan ISO 9001, difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian. Targetnya, pada Oktober mendatang bisa selesai. Sehingga Kreuz nantinya bisa bersaing dengan produk pabrikan besar lainnya. Dia pun mendapat bantuan biaya dari Kementerian Perindustrian, sehingga bebas biaya mengurus izin.
Walaupun secara kualitas sepada buatannya di atas buatan China tetapi jika dibandingkan Brompton, kualitas Kreuz masih 20% lebih rendah. Tetapi saat ini, dia terus melakukan peningkatan bahan baku, sehingga kualitasnya akan sama dengan Bromton.
Sepeda yang dibandrol Rp10 juta per unit ini, kata dia, baru saja dirilis pada Maret 2020 lalu. Walaupun rencana hingga proses nya sendiri dilakukan sejak 2018. Saat itu, dia hanya bermodalkan uang Rp14 juta untuk membeli mesin las dan bahan baku. Uang pinjaman tanpa bunga itu bahkan hingga kini masih dicicilnya.
"Saya berharap, sepeda lipat tiga ini bisa menguasai pasar Indonesia. Visi saya adalah, bagaimana menciptakan lapangan kerja dan bisa berbagi rezeki," tutup alumni ISTN Jakarta itu.(ist)