Senin, 13 Januari 2020 12:07 WIB

Presiden Rusia Tanggapi Tentang Ketegangan AS dan Iran Setelah Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani

Editor : Yusuf Ibrahim
Presiden Rusia, Vladimir Putin. (foto istmewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Presiden Rusia, Vladimir Putin, memperingatkan bahwa perang skala penuh di Timur Tengah yang lebih luas akan menjadi malapetaka global.

Dia berharap itu tidak akan terjadi. "Perang sudah terjadi di sana, intensitasnya rendah, tetapi ini perang," kata Putin. Menurutnya, jika perang skala penuh pecah maka akan terjadi arus migran baru dari Timur Tengah ke Eropa.

Komentar pemimpin Kremlin ini disampaikan di Moskow setelah melakukan pembicaraan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel pekan lalu. "Orang terbunuh. Itu fakta," ujar Putin, seperti dikutip dari Bloomberg, kemarin (12/1/2020).

Putin menanggapi pertanyaan wartawan tentang ketegangan Amerika Serikat dan Iran setelah pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani di Irak dan jatuhnya pesawat penumpang Ukraina di dekat Teheran oleh sebuah rudal yang menurut Iran ditembakkan karena ketidaksengajaan.

"Kami ingin menghindari aksi militer besar," kata Putin. "Jika ini terjadi, itu akan menjadi malapetaka tidak hanya untuk wilayah Timur Tengah tetapi untuk seluruh dunia," paparnya. 

Pembicaraan Putin dan Merkel juga mencakup konflik Suriah di mana gencatan senjata baru yang ditengahi oleh Rusia dan Turki mulai berlaku sejak Sabtu tengah malam pekan lalu di benteng terakhir oposisi Suriah di Idlib.

Putin dan Merkel juga mendukung konferensi perdamaian Libya di Berlin yang diselenggarakan oleh utusan khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salame. Konferensi akan diselenggarakan dalam beberapa minggu mendatang.

Putin menyebut inisiatif itu tepat waktu dan langkah yang sangat baik ke arah yang benar. "Konferensi itu harus mencakup negara-negara yang memiliki kepentingan nyata dalam mempromosikan penyelesaian perdamaian dan keputusan harus disepakati sebelumnya dengan pihak-pihak Libya, dengan keterlibatan Salame," katanya.

Turki saat ini telah mengirim pasukan untuk mendukung pemerintah Tripoli yang didukung PBB. Ankara menuduh Moskow mendukung tentara bayaran pendukung Jenderal Khalifa Haftar dalam perangnya melawan pemerintah Libya.

Putin menegaskan kembali bantahan Moskow terhadap tuduhan itu."Jika ada orang Rusia di sana, mereka tidak mewakili kepentingan negara Rusia dan tidak menerima uang darinya," katanya.

"Di Libya, sayangnya aksi militer berskala besar terus berlanjut dan aktivitas teroris sedang berkembang," ujar mantan perwira KGB ini, yang ingin menekankan perannya sebagai powerbroker regional.

"Semua ini merusak stabilitas tidak hanya di kawasan itu sendiri tetapi memiliki pengaruh negatif terhadap Eropa," paparnya, mengacu pada penyelundupan narkoba dan senjata.

Dia menekankan perlunya memulai kembali proses politik dengan tujuan akhir mengatasi perpecahan di dalam negeri Libya dan membentuk lembaga negara tunggal.(ist)


0 Komentar