Sabtu, 11 Januari 2020 00:40 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas mengakui bahwa ditetapkannya Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kepercayaan publik terhadap KPU hilang.
Padahal, kata Gus Yaqut, KPU sedang mempersiapkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020.
"Memang. Selain harus mempersiapkan pilkada serentak, KPU menghadapi distrust karena salah satu komisionernya di OTT KPK," ujar Gus Yaqut saat dihubungi, Jumat ( 10/1/2020) malam.
Disatu sisi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor ini menilai KPU sudah benar menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin kiemas sebagai anggota DPR terpilih.
Dasar hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI terpilih. Ada dua hal yang menjadi point persoalan dalam kondisi ini.
Penetapan calon anggota DPR RI terpilih menggunakan dasar hukum padal 426 UU Nomor 7 Tahun 200l17 tentang Pemilu. Dalam aturan ini dijelaskan tentang penetapan penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
Bunyinya "dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lago memenuhi syarat menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, atau terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap".
Kemudian persoalan kedua terkait pergantiam antar waktu (PAW). KPU sudah menetapkan Riezki Aprilia sebagai anggota DPR dengan menggunakan pasal 242 ayat (1) UU MD3.
Aturan itu berbunyi "Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (1) dan Pasal 240 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama".
"PAW KPU itu diisi oleh ranking berikutnya," kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini..
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan politisi PDIP Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Harun Masiku diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme PAW.
Kasus ini bermula saat DPP PDI-P mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI. Nazarudin diketahui meninggal pada Maret 2019. Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Sebelum penetapan KPU itu, pada awal Juli 2019 salah satu pengurus DPP PDI-P memerintahkan seseorang yang disebut DON mengajukan gugatan uji materi ke MA.
Uji materi yang diajukan terkait pasal 54 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019
Gugatan ini kemudian dikabulkan MA pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu. Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDI-P mengirimkan surat kepada KPU untuk menetapkab Harun Masiku sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas
Sementara itu, saat ditelusuri dari lembaran putusan MA atas uji materi terhadap PKPU Nomor 3 Tahun 2019, PDI-P memberi kuasa kepada Donny Tri Istiqomah dan rekannya selaku advokat PDI-P yang berkedudukan di bawah partai tersebut sebagai kuasa hukum.
Dari putusan tersebut juga diketahui pasal yang diuji materi adalah pasal 54 ayat (5) huruf k dan l juncto Pasal 55 ayat (3) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, dan Pasal 92 huruf a PKPU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum.
Pasal 54 ayat (5) huruf k berbunyi 'Tanda coblos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur sebagai berikut: "tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, nama calon atau tanpa nama calon disebabkan calon tersebut meninggal dunia ataubtidak lagi memenuhi syarat sebagaicalon, dinyatakan sah untuk Partai Politik".
Kemudian, pasal 54 huruf l berbunyi "Tanda coblos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur sebagai berikut: “tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut Partai Politik, tanda gambar Partai Politik, atau nama Partai Politik, serta tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, nama calon atau tanpa nama calon disebabkan calon tersebut meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon, dinyatakan sah untuk Partai Politik".
Adapun, pasal 55 ayat (3) berbunyi "Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara yang dicoblos pada nomor urut dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, tetapi nama calon tersebut telah meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon dan telah diumumkan oleh KPPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan sah dan menjadi suara sah Partai Politik".
Lalu, pasal 92 huruf a berbunyi, "dalam hal pada saat proses Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara terdapat calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang: a. meninggal dunia; KPU tidak mengikutsertakan calon tersebut dalam penyusunan peringkatsuara sah terbanyak dan menuangkan ke dalam catatan kejadian khusus". (Rob}