Senin, 15 Juli 2019 13:15 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto menyebut bahwa Koalisi Indonesia Kerja (KIK) terbuka untuk menerima partai politik (parpol) oposisi di Parlemen.
Karena, untuk di kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi) meskipun, Jokowi sendiri hendak berkonsultasi dengan parpol koalisi.
“Ya di kita (Indonesia) kan oposisi di Parlemen itu sesuatu yang mulia juga, seperti yang diharapkan oleh Pak Jokowi dan di Parlemen juga sudah ada mekanisme pengambilan keputusan dan di Parlemen jelas musyawarah dan mufakat. Yang kedua ada mekanisme voting. Jadi harapannya dead lock (kebuntuan) tidak terjadi. Jadi dengan mekanisme yang ada saya rasa bagus untuk check and balance (kontrol dan penyeimbang),” ujar Airlangga menanggapi pidato Jokowi soal oposisi yang mulia di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (15/7/2019).
Airlangga memaparkan, jumlah keseluruhan parpol yang masuk DPR RI adalah 9 dan yang masuk koalisi pemerintah sudah ada 5 parpol atau 60% kekuatan parlemen. Sisanya bisa ikut menjadi pendukung pemerintah atau memegang peranan sebagai penyeimbang karena sistem presidensial tidak mengenal istilah oposisi.
Meskipun berada di luar pemerintahan, lanjut dia, pengalaman selama ini tidak ada parpol yang benar-benar anti terhadap pemerintah sehingga mereka masih rasional dalam menerima atau menolak program-program pemerintah.
“(Soal kerja sama) Nanti kita lihat tergantung, kalau di kabinet eksekutif kan tergantung Presiden, kalau di Parlemen ya tergantung pada masing-masing baik di komisi atau di paripurna,” jelas Airlangga.
Meneri Perindustrian ini membenarkan bahwa akan ada pembahasan bersama dengan Presiden Jokowi terkait dengan koalisi. Sekali lagi, Golkar terbuka untuk menerima parpol oposisi di Parlemen.
“Balik lagi, kalau di Parlemen kita terbuka, kalau di pemerintah itu tergantung Presiden,” tegasnya.
Namun demikian, menurut Airlangga, Presiden Jokowi sudah didukung oleh mayoritas di Parlemen dan koalisi itu sudah sangat solid dan dirasa mampu mendukung kebijakan-kebijakan Jokowi yang bersifat fundamental.
“Koalisi di Parlemen ini sudah sangat solid dengan demikian bisa mengantispasi kepada kebijakan-kebijakan yang sifatnya fundamental untuk mendorong perekonomian,” tandasnya.
Perlu diketahui bahwa setelah MPR dan DPR dilantik pada 1 Oktober mendatang, mereka akan melakukan pemilihan terhadap pimpinan MPR yang dipilih sesuai paket dan pimpinan DPR yang berdasarkan pada urutan perolehan suara.
Serta, pemilihan pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR. Sehingga, peran kekuatan politik sangat memengaruhi siapa yang duduk di kursi pimpinan.(ist)