Jumat, 28 Juni 2019 20:13 WIB
Bandung, Tigapilarnews.com - Perkembangan teknologi dan informasi di era digital telah menghadirkan tantangan baru tidak hanya bagi masyarakat, tetapi secara luas tantangan dan ancaman bagi kehidupan berbangsa. Era post-truth telah menandai pergeseran sosial yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini di mana fakta berkontestasi dengan hoax dan kebohongan untuk di ranah publik.
Artinya propaganda di media sosial dapat memberikan pengaruh kuat terhadap stabilitas dan kedaulatan suatu negara. Untuk itu semua pihak harus turun tangan berjihad dengan mempromosikan persatuan melalui dunia maya. Semakin banyak konten yang mempromosikan perdamaian, persatuan, dan kesatuan, semakin pula nuansa kehidupan nyata terkonstruksi dalam bingkai kesatuan
“Hari ini bangsa kita sedang menghadapi berbagai persoalan kebangsaan, khususnya narasi keagamaan. Saudara-saudara kita mungkin terlalu percaya diri sehingga agama dijadikan alat provokasi, alat kepentingan politik, sehingga ada istilah kapitalis agama yaitu menggunakan agama untuk kepentingan sesaat atau kepentingan misi mereka,” terang Ketua Mahasiswa Ahli Thoriqoh al-Mu'tabaroh an-Nahdliyyah (MATAN) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Dr. Ajid Thohir di Bandung, Jumat (28/6/2019).
Kondisi inilah, menurut Ajid, semua pihak, terutama generasi muda seperti anggota MATAN harus punya kesadaran bahwa mereka dalam posisi yang harus turun tangan karena itu adalah amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan Imam Ghazali menyebutkan bahwa di puncak keagamaan itu ada keterpanggilan untuk berjihad melawan persoalan kebangsaan.
Ia mengungkapkan, akibat Pemilihan Presiden (Pilpres) kemarin, kelihatan mana Islam damai dan mana Islam garis keras. Ia yakin bila bangsa Indonesia dibawa kelompok garis keras, maka keutuhan NKRI akan terancam.
“Bangsa kita terdiri dari bersuku-suku, agama, pulau, bahasa. Kalau diterapkan Islam garis keras dikhawatirkan akan terjadi intolerasi Mari kita buktikan bahwa kita adalah bangsa Indonesia yang beridelogikan Pancasila,” tutur Dosen Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini.
Sebagai Ketua Matan Jabar, Ajid Thohir mengaku diberi mandat oleh Ketua Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) Habib Luthfi agar MATAN berperan dalam melindungi negeri Indonesia ini dari berbagai ancaman perpecahan, terutama intoleransi.
“Thoriqoh tidak hanya cara meluruskan jiwa pemikiran dan keagamaan tetapi juga sebagai organisasi tempat pengamal thoriqoh yang diwadahi oleh JATMAN untuk para sesepuh dan MATAN untuk mahasiswa sehingga ada regenerasi kelanjutan tentang cara pandang keagamaan dan cara pandang ketatanegaraan sehingga misi yang diemban oleh Walisongo tentang keagamaan dan kenegaraan sekarang diemban jamaah ahli thoriqoh,” paparnya.
Ia juga merasa menjadi sebuah kewajiban untuk mendorong anak muda untuk berperan aktif membela negara dengan menggaungkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin di media sosial (dunia maya).
Ajid membandingkan nutrisi akal harus makanannya harus sehat atau literasi yang sehat akan membuat cara berpikir yang sehat. Kalau akal diisi nutrisi atau informasi buruk maka akan membuat akal itu berpikiran buruk. Sama dengan manusia kalau salah makan akan jadi kontra produktif dan bisa menjadi penyakit.
“Kita sebanyak mungkin mendorong anak-anak muda tentang literasi yang sehat. Nah kaum sufi di kalangan ahli tarekat ini sebenarnya diajar tentang kebersihan jiwa, keberasihan pemikiran, perasaan, mudah-mudahan anak-anak MATAN bisa memberikan kontribusi positif dengan melakukan kontra narasi di media maya bagi keutuhan NKRI,” kata Ajid.
Ia menerangkan anggota MATAN dituntut kreatif dan aktif dalam pencegahan nalar kebencian. Karena Itu adalah bagian dari jihad. Jihad sekarang seperti ini, amar ma’ruf nahi munkar menahan nahi mungkar dengan cara literasi, karena masalahnya ada di literasi negatif itu,” tandas Ajid.