Selasa, 11 Juni 2019 19:27 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Polri kembali membeberkan kasus dugaan penyelundupan senjata dan perencanaan empat pejabat negara serta satu pemimpin lembaga survei.
Dalam penjelasannya, polisi memperlihatkan pernyataan salah satu tersangka yang mengaku diperintah mantan Kepala Staf Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Kivlan Zen.
“Saya HK berdomisili di Cibinong. Saya diamankan polisi pada tanggal 21 Mei, 23.00 WIB, terkait ujaran kebencian dan kepemilikan senpi, dan ada kaitannya dengan senior saya, jenderal saya, yang saya hormati dan banggakan, Mayjen Purnawirawan Kivlan Zein,” kata tersangka HK melalui video yang ditayangkan saat konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa (11/6/2019).
Dalam video tersebut, HK menceritakan pada Maret 2019, dirinya menemui Kivlan di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dia mengakui diberi uang Rp150 juta untuk membeli empat senjata api. Sebanyak Rp50 juta di antaranya berbentuk Dolar Singapura.
“Senjata saya dapatkan dari ibu-ibu juga, masih keluarga besar TNI, dengan jaminan uang Rp50 juta. Adapun pesan Pak Kivlan, saya target Wiranto (Menko Polhukam) dan Luhut (Binsar Panjaitan-red)," katanya.
Sementara tersangka lainnya, berinisial TJ mengakui menemui Kivlan Zein dan mendapatkan foto serta alamat target yang akan dieksekusi.
“Dapat perintah Mayjen Kivlan Zen lewat Haji kurniawan, saya sebagai eksekutor. Saya diberi Rp50 juta dari Kivlan lewat Kurniawan,” tuturnya.
Tersangka lainnya, IR mengakui bertemu Kivlan di sebuah masjid di kawasan Pondok Indah. Di sana, IR diberitahukan siapa target yang harus dieksekusi serta diberikan uang sebesar Rp5 juta.
"Kebetulan saya habis dari Pos Peruri. Lalu keesokan harinya saya diajak ke Masjid Pondok Indah. Kita berangkat saya kita jam 13.00 mengendarai mobil Ertiga. Parkir di lapangan Masjid Pondok Indah dan menunggu AR datang. Tidak lama kemudian, AR datang. Lalu kami (IR dan AR) duduk sambil minum kopi. Tidak lama kemudian, datang Pak Kivlan bersama Eka dan sopirnya. Pak Kivlan salat asar sebentar," tutur IR.
Setelah menunggu Kivlan salat Ashar, IR menghampiri Kivlan di mobil. Kivlan lalu menunjukan alamat serta foto Yunarto, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya.
"Kata Pak Kivlan, coba kamu cek alamat ini. Nanti kamu foto dan videokan. Siap, saya bilang. Lalu kata Pak Kivlan, nanti saya kasih uang operasional Rp5 jt cukup lah untuk bensin, makan dan uang kendaraan. Kemudian, saya bilang siap, Pak," ungkapnya.
"Kemudian beliau berkata, 'nanti kalau ada yang bisa eksekusi, nanti saya jamin anak dan istrinya, serta liburan ke mana pun,'" lanjut IR mengungkapkan pernyataan Kivlan.
Lalu Kivlan menyuruh IR untuk keluar dari mobil dan memberikan IR uang operasional Rp5 juta. Usai menerima uang tersebut, IR bersama AR pulang dengan menggunakan sepeda motor.
Keesokan harinya, IR bersama rekannya Yusuf melakukan survei ke kediaman Yunarto di Jalan Cisangke 3 Nomor 11. IR meminjam HP Yusuf memfoto dan Video alamat tersebut dan dikirimkannya ke Army.
"Kemudian, keesokan harinya AR, saya tanya, senjata kami di mana? Lalu, saya bilang itu untuk keperluan kontrakan dan kebutuhan rumah tangga," katanya.
"Keesokan harinya setelah jam 12 siang, alamat tersebut Untuk survei kedua (rumah Yunarto). Kami foto dan video. Sisa uang Operasional itu akhirnya sisanya kami bagi-bagi," tutupnya.
Dalam kasus ini, polisi menyita berbagai jenis senjata api dan rompi antipeluru, polisi juga berhasil mengamankan sejumlah mata uang asing dolar Singapura yang nilainya sekitar Rp150 juta.(exe)