Kamis, 11 April 2019 12:19 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, meminta aparat kepolisian menelusuri dan menangkap oknum penyebar hoaks terkait hasil Pilpres 2019 di luar negeri.
Arief memastikan kabar tersebut adalah hoaks atau palsu. Sebab, pihaknya baru akan melaksanakan penghitungan suara di TPS luar negeri yang tersebar di 130 kota dan 5 benua pada Rabu, 17 April mendatang.
“Saya ingin katakan kalau hasil pemilu di luar negeri yang beredar itu tidak benar," ujar Arief di kantor KPU, Jakarta Pusat.
Sebelumnya beredar kabar mengenai hasil pilpres di luar negeri tersebar digrup pesan singkat WhatsApp dan media sosial lainnya. Dalam pesan yang beredar tertulis hasil perhitungan suara yang menyebut keunggulan pasangan Prabowo-Sandi. Pesan tersebut memperlihatkan hasil hitung sementara di sejumlah negara, antara lain Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yaman, Belgia, Jerman, dan Amerika Serikat.
Dalam perhitungan sementara untuk Arab Saudi, menyebut pasangan nomor urut 02 unggul 65,4% suara, sementara pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin memperoleh 25,6%.
Keunggulan pasangan nomor urut 02 juga terjadi di Korea Selatan dengan perolehan suara 64,8% suara dan paslon nomor urut 01 sebesar 35,2%. Arief menjelaskan, pemungutan suara di luar negeri atau early voting sudah dimulai sejak 8 hingga 14 April 2019.
Berbeda dengan di dalam negeri yang akan dilakukan serempak pada 17 April 2019 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 644/2019. “Meskipun dilakukan pemungutan lebih awal tapi penghitungan suaranya itu dilakuakan pada tanggal 17 April. Jadi kalo sudah ada yang mengeluarkan rilis-rilis hasil itu, itu bukan hasil yang dikekuarkan KPU," tegasnya.
Kecuali kata Dia, memang ada orang-orang yang melakukan survei melakukan metode exitpol. "Tapi sepanjang yang saya tau, di luar negeri enggak ada yang melakukan itu," tuturnya. Komisioner KPU Hasyim Asy'ari juga membantah informasi tentang hasil perolehan suara pilptes di luar negeri.
Pemungutan suara di luar negeri baru dilakukan di lima kota yang ada di empat negara. Kelima kota tersebut yakni Kota Sana'a di Yaman pada 8 April 2019, Kota Panama City di Panama dan Kota Quito di Ekuador pada 9 April 2019, serta Kota Bangkok dan Songkhla di Thailand pada 10 April 2019.
Menurut dia, jadwal pelaksanaan di empat negara ini mengacu pada jadwal yang ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 644/2019, yaitu pemungutan suara melalui early voting tanggal 8-14 April 2019.
"Selain jadwal tersebut kegiatan pemungutan suara di luar negeri belum dilaksanakan. Dengan demikian kabar tentang perolehan suara pemilu di luar negeri yang beredar luas tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Hasyim menjelaskan pemungutan suara di luar negeri dilaksanakan dengan tiga metode, yaitu memilih di TPS yang ada di kantor perwakilan RI seperti KBRI, KJRI, dan KDEI. Kedua melalui kotak suara keliling (KSK) yang bertempat di dekat pemukiman atau tempat kerja WNI. Terakhir melalui metode pengiriman pos.
Sementara untuk penghitungan suara di luar negeri dilakukan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). Dia menegaskan penghitungan suara pemilu di luar negeri berbarengan dengan proses penghitungan suara di dalam negeri, meski beberapa negara telah melakukan pemungutan suara.
"Hasil perolehan suara pemilu luar negeri atau real count baru dapat diketahui setelah proses penghitungan suara 17 April selesai," ujar Hasyim.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan, tujuh hari menjelang pencoblosan ancaman gangguan kamtibmas di ruang siber masih di dominasi beredarnya berita bohong atau hoaks.
Yang terakhir adalah berita tentang hasil penghitungan Pilpres 2019 di luar negeri yang beredar luas melalui WhatsApp. Polri memperkirakan berita-berita yang meresahkan serupa akan terus bermunculan, selain itu juga tidak menutup kemungkinan adanya metode penyebaran berita bohong lainnya, seperti penyebaran SMS melalui peralatan broadcasting yang dapat diterima siapa saja.
“Beberapa isu negatif seperti KTP palsu yang tercecer, kontainer berisi surat suara tercoblos, sampai yang terakhir adalah isu tentang server KPU yang telah dikondisikan untuk memenangkan salah satu paslon, telah diungkap dan pelakunya telah ditangkap,” ujarnya.
Dedi mengingatkan masyarakat bahwa meneruskan berita atau pemberitahuan bohong dapat dikenakan pidana dengan ancaman setinggi-tinggi sepuluh tahun.
Bahkan bila yang disebarkan mengandung ujaran kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), akan dikenakan hukuman penjara paling lama enam tahun.
Menurut dia, selain ancaman berita bohong, penyelenggaraan pemilu juga tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan siber, baik yang disengaja maupun yang terkendala akibat volume akses yang tinggi sehingga terjadi kelambatan akses data.
“Selain siap melakukan pengamanan fisik dengan dukungan keamanan penuh dari TNI dan Polri yang menjamin masyarakat untuk tidak ragu menggunakan hak pilihnya, KPU juga telah didukung banyak stakeholder agar penyampaian hasil hitung manual yang disaksikan secara terbuka dapat diketahui hasilnya oleh masyarakat,” ungkapnya.(exe)