Senin, 18 Februari 2019 11:00 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) dan Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto telah melakoni debat kedua yang mengangkat isu energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Banyak yang menilai, debat semalam menjadi panggung petahana Jokowi. Peneliti Seven Strategic Studies, Girindra Sandino menilai debat semalam Prabowo lebih banyak melempar retorika-retorika yang terus mengulang dan membosankan serta sangat sloganistik. Melemparkan wacana bernuansa 'kelas' dan pendekatan 'kerakyatan', namun kontras dengan citra diri dan rekam jejaknya, apalagi bukti-bukti.
Sementara Jokowi, kata Girindra, menyampaikan fakta dan bukti yang sudah dikerjakan walaupun sebagian masih ada yang dalam proses. Seperti misalnya pembangunan 900 ribu jalan desa, soal petani jagung dan kedaulatan energi.
Soal reforma agraria, misal Jokowi selama pemerintahannya telah membagikan konsensi lahan kepada adat ulayat, petani, nelayan dan lain-lain.
"Dan di tahun 2017 telah memberikan 5 juta sertifikat lahan atau tanah, 2018 membagikan 7 juta sertifikat yang tentu berguna untuk agunan, jaminan, dan melakukan pendampingan warga tersebut," tutur Girindra, Senin (18/2/2019).
Namun demikian, lanjut Girindra, ada yang menarik dari debat capres kedua terkait adanya sensitivitas retoris. Menurutnya, dampak dari dalam perdebatan harus ada kesiapan mental untuk dikritik oleh capres lain.
"Oleh karena itu, dengan paparan di atas, saya berkeyakinan elektabilitas Capres Jokowi akan naik, sementara Capres Prabowo agak sulit merangkak naik, karena keyakinan pemilih telah mengkristal," jelasnya.
Sementara itu, saling kritik antara kedua pasang capres bisa terlihat dalam debat capres kedua ini. Hal ini merupakan kemajuan dari penyelenggaraan debat, karena masyarakat bisa menilai spontanitas intelektual dan cara berpikir sistematik yang cepat.
Girindra menambahkan masyarakat banyak menaruh harapan dalam debat semalam termasuk debat-debat selanjutnya. Menurutnya, debat ke depan, tidak hanya berakhir dengan pernyataan dan rekomendasi sumir dan pesimisme yang keluar dari salah satu capres, tidak keluar dengan konsepsi politik ke depan yang dapat ditawarkan kepada rakyat yang jelas kian cerdas secara politik.
Selain itu, sosialisasi politik berbentuk ide dan gagasan strategis pada debat capres kedua ini setidaknya memberikan sesuatu yang menjadi nilai-nilai serta terserap oleh rakyat sebagai proses pencerdasan politik dalam kontestasi demokrasi Indonesia.
"Tidak lupa kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat meraih kembali kepercayaan publik sebagai basis legitimasi pemilu yang kuat dan berkualitas, karena debat jauh mengalami perbaikan," pungkasnya.(ist)