Rabu, 06 Februari 2019 09:58 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pernyataan calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut adanya tim sukses yang menerapkan propaganda Rusia menuai reaksi beragam di masyarakat.
Bahkan, Kedutaan Besar Rusia di Indonesia ikut memberikan pernyataan soal tersebut. Ketua Tim Cakra 19, Andi Widjajanto menjelaskan, propaganda Rusia yang dimaksud Jokowi mengarah ke modus operandi yang dikenal sebagai operasi semburan fitnah (firehose of falsehood).
"Operasi ini digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah," ujar Andi kepada wartawan.
Mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) itu menjelaskan, di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki. Menurut dia, gerakan ini pernah dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus menerus memunculkan isu-isu negatif.
"Hasilnya, muncul ketidakpercayaan masif dari rakyat Rusia terhadap sistem politik yang kemudian dikapitalisasi oleh Lenin di Revolusi Oktober 1917," tuturnya.
Andi menjelaskan, evolusi paling mutakhir dari modus operandi ini muncul di beberapa pemilihan umum seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Brexit. Dalam tarung pilpres antara Donald Trump melawan Hillary Clinton, strategi semburan fitnah ini mencapai puncaknya.
Dia menganggap, ada pelibatan konsultan politik Roger Stone yang danggap jago dalam menebar kampanye negatif yang sangat ofensif melalui tiga taktik: serang, serang, serang.
"Ada juga indikasi gelar pasukan siber dengan kode topi hitam atau bintang emas yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menggelar bots yang mampu memainkan operasi tagar secara masif," papar dia.
Menurut dia, operasi semburan fitnah bertujuan untuk membuat dusta mengalahkan kebenaran. Katanya, operasi ini ingin menghancurkan kepercayaan publik ke otoritas politik, termasuk media. Operasi Semburan Fitnah akan merusak demokrasi, karena itu harus dihancurkan.
Menurut Andi, cara yang paling efektif untuk menghancurkan operasi semburan fitnah adalah "menelanjangi" bagaimana operasi ini dilakukan dan melakukan intervensi media untuk mematikan taktik yang dipakai.
WhatsApp melakukannya dengan membatasi jumlah pesan yang bisa diteruskan oleh satu akun kemudian facebook (FB) melakukannya dengan mematikan akun-akun Saracen yang melakukan aktivitas ilegal di platform FB.
"Beberapa lembaga seperti PoliticaWave, Corona, atau akun patroli medsos seperti i-wulung sudah berusaha membongkar operasi semburan fitnah ini dengan membuka anomali permainan medsos yang dilakukan oleh pasukan-pasukan siber terkait dengan Pilpres 2019," tuturnya.(ist)