Jumat, 01 Februari 2019 14:39 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto menilai beragam fitnah yang ditujukan kepada Jokowi merupakan politik daur ulang yang pernah terjadi pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014.
Hasto mengatakan, sama halnya dengan beredarnya foto silaturahmi Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno dengan Wakil presiden Jusuf Kalla (JK) yang diklaim secara sepihak seolah JK mendukung Prabowo-Sandi. Kesemuanya manipulatif dan praktik politik daur ulang.
"Dari isu, fitnah yang dipakai dan ditujukan ke Pak Jokowi, substansinya tidak beda jauh dengan Tabloid Obor Rakyat sebagai induk semangnya serangan fitnah. Tumpulnya fitnah yang ditujukan ke Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf Amin melahirkan politik daur ulang. Maka dicari-carilah dokumen digital guna membangun persepsi banyak dukungan," tutur Hasto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/2/2019).
Dia menegaskan dukungan sebenarnya adalah rakyat, bukan dukungan manipulatif sehingga JK yang menjadi Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye 01 pun diklaim memberi dukungan ke Prabowo-Sandi hanya karena sebuah foto.
Hasto menilai, apa yang dilakukan tim kampanye Prabowo-Sandi tidak akan berhasil. Jangankan menjadi presiden, menjadi calon bupati saja harus kedepankan prestasi dan rekam jejak yang baik.
Adapun rekam jejak yang baik, antara lain rekam jejak keluarga, prestasi, kinerja, visi misi dan hal lain. "Itu untuk kepala daerah, apalagi menjadi presiden. Maka tidak heran, dengan strategi menyerang dan miskin peradaban tersebut, elektabilitas Prabowo-Sandi selalu berada pada kisaran 25,4 persen sampai 34,6 persen, atau ketinggalan paling tidak 22 persen di bawah Jokowi-Maruf Amin", papar dia.
Hasto berharap agar sisa waktu kampanye dapat diisi dengan kontestasi gagasan. Menurut dia, hal-hal terkait kebijakan fiskal, energi, pangan, peningkatan SDM, akselerasi penguasaan teknologi, kebijakan industri manufaktur, program kesehatan dan road map menjadi bangsa pelopor seharusnya dapat menjadi isu yang jauh lebih menarik untuk disampaikan ke publik.
"Daripada memproduksi konten serangan negatif, ataupun politik daur ulang dengan memanipulasi dukungan tokoh," tuturnya.(ist)