Senin, 28 Januari 2019 12:00 WIB
JAKARTA, Tigapilanews.com- Perilaku kalangan muda di Tanah Air belakangan ini mengalami perubahan, terutama dalam hal beribadah.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut ada fenomena menarik, yakni saat ini sekitar 85% anak milenial ingin meningkatkan keagamaannya.
"Sungguh suatu hal yang menjadi rasa syukur. Banyak perubahan luar biasa dalam masyarakat kita," tutur JK saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Pengurus Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Minggu 27 Januari 2019 malam.
JK mengatakan, banyak perkembangan yang cukup menarik di kalangan masyarakat. Bahkan, dalam hal berpakaian. Ada warga atau atau anggota suatu kelompok yang berani mengkritik ketuanya hanya dalam berpakaian.
"Itu penelitian, itu luar biasa tingkat keagamaan. Saya meneliti secara singkat di TPA (Tim Penilai Akhir), 85 persen calon eselon satu perempuan itu berjilbab. Itu luar biasa, walau di kabinet (Kabinet Indonesia Kerja) Ibu Khofifah (mantan mensos yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa) meninggalkan kita, (sekarang) enggak ada lagi yang berjilbab. Tapi insya Allah untuk yang akan datang," tuturnya.
Perubahan perilaku dalam beragama tersebut, kata JK, bahkan terjadi di lingkungan keluarganya sendiri."Putri saya biasanya bebas-bebas saja. Sekarang pelayan naik ke atas, anak saya tidak pakai kerudung, langsung lari pakai kerudung karena ada pelayan. Saya bilang 'jangan lari', tapi dia tidak mau. Jadi banyak yang dia dapat dari pengajian-pengajian," tuturnya.
Sekarang ini, kata JK yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini, jumlah masjid di Indonesia sangat banyak.
"Kemarin Kemenag bilang sudah satu juta. Sebut saja satu juta. Saya selalu mengatakan 800 ribu. Tapi mungkin juga sudah satu juta karena setiap 225 orang muslim itu punya satu masjid atau musala. Bayangkan begitu banyaknya," katanya.
Dengan berbagai perubahan tersebut, kata dia, butuh tokoh-tokoh agama, mubaligh, atau kiai untuk membina begitu banyak dan hebatnya perubahan yang terjadi dalam hal keagamaan ini.
Khusus di kalangan perempuan, JK juga melihat ada begitu banyak perubahan dari waktu ke waktu. Jika dulu pendidikan bagi kaum perempuan sangat terbatas, sekarang pendidikan menjadi kebutuhan pokok sampai di tingkat perguruan tinggi.
"Kalau lihat di universitas, hampir sama jumlahnya antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Banyak akademisi profesional atau para pengusaha wanita jumlahnya makin meningkat. Terjadilah perubahan hidup. Kalau dulu ibu saya 6-7 jam ngurusin rumah tangga. Cuci masak membersihkan rumah. Sekarang ini sama- sama keluar rumah ibu bapaknya. Anak- anak dijaga oleh suster atau asisten rumah tangga. Sehingga anak anak sangat dekat dengan asisten rumah tangga atau susternya. Karena itu, perlu suatu program untuk mendidik para suster ini. Kalau tidak dia ikut dengan susternya," tuturnya.
Adanya "kehausan" dari generasi muda akan suatu semangat keagamaan ini dikatakannya harus direspons semua pihak. Jika dulu di mal-mal hanya ada musala kecil, sekarang banyak mal yang dilengkapi dengan masjid-masjid besar sehingga ketika Puasa, mal menjadi ramai untuk berbuka puasa dan salat Maghrib.
"Ini perubahan- perubahan model yang kemudian terjadi dalam suatu kebiasaan. Anggaplah muslimah bagaimana mengisi kebutuhan dasar ini supaya jangan ada faham yang keras dan radikal atau jangan terjadi anak-anak ini suatu lebih kuat peran suster ini," katanya.
JK mengaku bersyukur karena perubahan yang terjadi di Indonesia sangat baik dengan damai. Berbeda dengan di negara- negara di Timur Tengah, perubahan terjadi dengan perang antarwarga.
"Sunni-Syiah perang terus, Saudi mengebom Yaman, Irak diserang macam- macam negara Syuriah, di Afganistan saling tuduh. Alhamdulilah di Indonesia tidak. Sebagai negara dengan penduduk Islam yang terbesar, alhamdulillah damai dan makin meningkat," katanya.
Namun, di sisi lain, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, intoleransi di Indonesia juga semakin meningkat.
Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengatakan, temuan UIN Syarif Hidayatullah itu diperkuat dengan penelitian LIPI bahwa ternyata ada kecenderungan kristalisasi politik identitas di tengah masyarakat yang ternyata membentuk kristalisasi eksklusivitas.
Dari hasil penelitian tersebut, akhirnya, Muslimat NU pada Harlah ke-73 mengambil tema Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa.
"Ini akan bergulir tak hanya tahun ini, mulai Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, sampai kita meyakini anggota kita di lini paling bawah mengerti. Kita sosialisasikan buku penduan Aswaja mulai PAUD menjadikan ini sebagai bahan ajar," tuturnya.(ist)