Rabu, 09 Januari 2019 12:16 WIB

Transportasi Jabodetabek Diintegrasikan

Editor : Yusuf Ibrahim
Ilustrasi kemacetan. (foto istimewa)

JAKARTA, Tigapilarnews.com- Pemerintah berupaya membuat terobosan memecahkan problem kemacetan yang selama ini mendera Ibu Kota DKI Jakarta dan sekitarnya. 

Salah satu solusi yang diambil adalah mengintegrasikan pengelolaan transportasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Langkah ini mendesak diambil karena kemacetan menim bulkan kerugian sangat besar, yakni mencapai Rp65 triliun. 

Integrasi akan dilakukan lewat sebuah otoritas baru. Badan inilah yang akan menyatukan pengelolaan untuk memudah kan integrasi moda transportasi dan koordinasi pengelolaannya. Saat ini memang sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Namun, BPTJ yang ber ada di bawah Kementerian Perhubungan tidak melibatkan unsur pemerintah daerah. 

Hanya, bagaimana bentuk otoritas baru dimaksud, peng organisasian, dan kewenangannya, kemari masih belum di putuskan. Namun, otoritas dipastikan akan melibatkan unsur pemerintah pusat dan provinsi di Jabodetabek.

Untuk mematangkan rencana tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Wakil Presiden M Jusuf Kalla (JK) memimpin koordinasi dan memecahkan berbagai kendala yang dihadapi dalam integrasi transportasi antarwilayah tersebut. 

Rencana pembentukan otoritas yang akan mengintegrasikan muncul dalam rapat terbatas terkait pengelolaan transportasi di Jabodetabek yang digelar di Kantor Presiden kemarin. 

Selain melibatkan men teri terkait, rapat juga melibatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim. 

“Karena saya lihat sekarang ini memang sebagai contoh saja urusan jalan saja ada yang dimiliki oleh Kementerian PUPR, DKI, Banten, dan Jawa Barat. Semuanya itu kadang-kadang pengelolaannya tidak terpadu, terintegrasi, dan yang terjadi misalnya yang berkaitan pemeliharaan juga sering banyak saling menunggu,” kata Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden kemarin. 

Presiden mengingin kan semua moda transportasi terintegrasi dengan baik. Dalam pandangannya, jika mass rapid transit (MRT), light rail transit (LRT), dan kereta bandara siap bisa mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik, maka kerugian karena kemacetan dapat dikurangi. Berdasarkan data Bappenas, kerugian karena kemacetan mencapai Rp65 triliun per tahun. 

“Ini kalau kita jadikan barang, sudah jadi MRT, jadi LRT. Dalam lima tahun sudah jadi barang. Enggak mungkin halhal seperti ini kita teruskan. Kita harus berani memulai, harus berani merancang agar bisa selesai sehingga Rp65 triliun itu betul-betul jadi barang, bukan asap yang memenuhi kota,” tandasnya. 

Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga meminta agar pengelolaan transit-oriented development (TOD) dapat dikelola dengan baik. Menurutnya, selama berpuluh-puluh tahun TOD tidak berjalan dengan baik. Untuk itu, keterpaduan antara transportasi perkotaan dengan tata ruang harus dirancang dan dihitung sebaik-baiknya. 

“Intinya kita ingin ada penyederhanaan dalam manajemen yang ada sehingga semakin gampang dimulai, dikerjakan, dan tidak saling dilempar antarinstitusi satu dengan lainnya,” tegasnya.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution membenarkan hasil rapat terbatas memutuskan penye der - hanaan pengelolaan transportasi di Jabodetabek, baik pengelolaan MRT, LRT, maupun Trans jakarta. 

Menurut dia, integrasi dibutuhkan karena selama ini setiap moda transportasi dikelola instansi berbeda. Aki batnya, sering terjadi keterlambatan karena perbedaan pendapat. “Jadi akan disatukan. Artinya menyatukan kewenangan-kewenangan yang diperlukan untuk itu. Bagaimana bentuknya itu belum. Ini mau satu tangan jangan nanti ada di Perhubungan, PU, atau DKI,” ungkapnya. 

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menuturkan, dengan ada penyatuan pengelolaan akan lebih memudahkan mengintegrasikan moda transportasi. Dia bahkan menyebut dimungkinkan dibentuk sebuah otoritas baru yang mengurusi transportasi di Jabodetabek.

”Nanti diatur, bisa saja nanti jadi satu lembaga di mana lembaga itu ada unsur DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kementerian Perhubungan,” ucapnya. 

Dia lantas menuturkan, pemerintah akan kembali menggelar rapat terkait dengan hal ini sebab dalam rapat terbatas yang dipimpin Jokowi belum ada keputusan konkret terkait dengan badan yang nanti akan mengurus berbagai izin transportasi. 

“Nanti Wakil Presiden yang lihat. Ini belum final, baru tahap pertama,” kata mantan direktur utama Angkasa Pura II itu. 

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya akan mengawal dan terus memonitor koordinasi pemerintah pusat dengan DKI, Jabar, Banten untuk mewujudkan integrasi pengelolaan transportasi Jabodetabek bisa terwujud. 

”Jangan sampai nanti menentukan dua stasiun transit saja antara pemda DKI, BUMN, dan kementerian itu tumpang tindih. Nanti kami akan mencoba mengoordinir. Untuk pusat nya Bapak Presiden dan Wapres yang akan mengoor dinir,” ujarnya. 

Tjahjo menuturkan, aturan tentang Jabodetabek sebenarnya sudah ada. Sayangnya, aturan tersebut tidak pernah berjalan dengan baik. Karena itu, hal ini harus segera ditangani, terlebih kemacetan di Jabodetabek berdampak pada kerugian yang cukup besar. 

“Jadi moda transportasinya bisa ada alternatifnya. Kedua faktor kemacetannya agar bisa diurai,” katanya. 

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang turut hadir dalam rapat terbatas tersebut mengatakan dalam rapat lebih banyak dibahas berkaitan dengan DKI Jakarta. Sementara tidak banyak hal yang dibahas tentang Jawa barat. ”Karenakan sumber, gula-gula ekonominya DKI,” pungkasnya. 

Sementara itu, pengamat transportasi Darmaningtyas menilai perencanaan yang buruk dalam pengelolaan moda-moda transportasi membuat transportasi di wilayah Jabo detabek belum terpadu dan terintegrasi. Di sisi lain, ego sektoral juga dirasa masih tinggi. ”Kesadaran masyarakat untuk meng gunakan angkutan umum juga masih rendah,” ujarnya. 

Untuk memecahkan persoalan tersebut, menutur dia, seluruh pihak terkait harus duduk bersama untuk membuat perencanaan yang matang. “Jangan buat perencanaan sendiri-sendiri. Sekarang sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabo detabek (BPTJ). Itu mestinya dioptimalkan sebagai leading sector. Jadi dia menyinkronkan rencana pembangunan di setiap sektor maupun di setiap wila yah yang ada di Jabodetabek,“ tandasnya. 

Tugas Wapres JK 
Presiden Jokowi menugaskan Wapres JK untuk memimpin koordinasi dan memecahkan berbagai kendala yang dihadapi dalam integrasi transportasi antarwilayah megapolitan tersebut. 

Kepala Staf Presiden Moeldoko menuturkan, penugasan ini dilakukan mengingat sistem transportasi Jabodetabek berada di dalam wilayah tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. “Ini diarahkan ke Pak Wapres untuk mengomunikasikan perbedaan otoritas dan wilayah geografis,” kata Moeldoko seusai rapat terbatas kemarin. 

Dia menuturkan, nanti salah satu yang akan dibenahi adalah integrasi pembayaran berbagai moda transportasi Jabodetabek. Apalagi, dalam waktu dekat akan ada sejumlah infrastruktur wilayah Ibu Kota dan penyangganya yang akan terbangun seperti LRT. “Termasuk bagaimana mengelola payment-nya,” kata Moeldoko. 

Menhub Budi Karya Sumadi menjelaskan, Wapres JK juga berwenang menyatukan bebe rapa izin dan fungsi kegiatan transportasi di Jabodetabek. Salah satunya soal TOD alias kawasan hunian yang terintegrasi dengan sistem transportasi. Wapres JK juga akan memim pin pembahasan lembaga khusus yang mengurus integrasi, perizinan, hingga investasi di bidang transportasi di Jabodetabek. 

“Selama ini (urusan) kereta api harus ada rekomendasi Kementerian Perhubungan, membangun jalan (izinnya) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Pemprov DKI Ja karta,” katanya.(sndo)

 

0 Komentar