Kamis, 22 November 2018 06:34 WIB

Soal Baiq Nuril, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Didorong Segera Disahkan

Editor : Rajaman
Baiq Nuri Didampingi Rieke Diah Pitaloka dalam diskusi Empat Pilar Kebangsaan MPR (ist)

JAKARTA, Tigapilarnews.com - Kasus hukum menimpa pegawai honorer di SMAN 7 Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril menjadi perhatian besar usai menerima hukuman dari Mahkamah Agung yakni hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta karena melanggar UU ITE.

Anggota MPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan bahwa Komnas Perempuan sudah menyatakan Indonesia saat ini dalam keadaan darurat kekerasan seksual.

Dalam kasus Baiq Nuril, Rieke menyebutkan penegak hukum seharusnya menggunakan prinsip kausalitas, sebab-akibat. Artinya, bukan hanya dilihat dari sisi akibat, tetapi juga harus melihat sebabnya.

“Seharusnya MA melihat apakah benar terjadi kekerasan seksual terhadap korban Baiq Nuril,” kata Rieke dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Perlindungan Perempuan dan Ancaman Kekerasan Seksual” di Media Center MPR/DPR, Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Selain Rieke, hadir juga Kuasa Hukum Baiq Nuril Joko Jumadi, Komisioner Komnas Perempuan Masruchah, Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo dan Askari Razak serta korban dari kasus ini Baiq Nuril.

Karena itu Rieke yang sering disapa Oneng, ini mendukung Baiq Nuril untuk melaporkan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan kepala sekolah SMAN 7 ke Polda NTB.

“Sehingga persoalan kekerasan seksual ini seharusnya menjadi perhatian dari semua pihak. Kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja,” kata anggota Komisi VIII DPR ini.

Rieke menyebutkan penting untuk segera disahkan revisi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sedang dibahas Komisi VIII DPR. “Agar ada kepastian hukum,” tegasnya.

Sependapat dengan Rieke, Komisioner Komnas Perempuan Masruchah mengatakan, bahwa saat ini banyak kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan di negeri ini.

Karena itu Komnas Perempuan dan gerakan masyarakat sipil telah mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sejak tahun 2015.

“Kami meminta RUU itu menjadi RUU prioritas. Sejak April 2017, Komisi VIII sudah ditugaskan untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena faktanya kekerasan seksual di Indonesia sudah tidak bisa ditolerir lagi,” ujarnya.

Dia menambahkan data Komnas Perempuan tahun 2001 – 2011, setiap hari setidaknya terjadi kekerasan seksual terhadap 35 perempuan.

Artinya, setiap dua jam terjadi kekerasan seksual terhadap tiga perempuan. Data ini ibarat gunung es karena banyak korban yang lebih memilih diam dan tidak melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya.

“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual penting dibahas segera mungkin karena kasus pelecehan seksual meskipun tidak bersentuhan fisik dalam kasus Baiq Nuril, namun kekerasan verbal termasuk kekerasan seksual. Kalau sudah ada UU Penghapusan Kekerasan Seksual, maka perlindungan terhadap korban dan pemenjaraan bagi pelaku memiliki pijakan hukum,” katanya.

Siapkan Perlindungan

Disisi lain, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap menawarkan perlindungan kepada mantan Staff honorer di SMA Mataram, NTB, Baiq Nuril pasca dihukum Mahkamah Agung (MA).

“Dalam perspektif ini kami berupaya proaktif agar bisa menyakinkan pada Nuril bahwa kami akan memberikan perlindungan agar proses hukum bisa berjalan semestinya,” kata Wakil LPSK Hasto Atmojo dikesempatan yang sama.

Dia mengatakan, ada beberapa saksi yang tidak berani memberikan kesaksiannya pada kasus Nuril ini. Karena itu, LPSK akan datang ke Lombok, NTB, agar bisa memberikan perlindungan kepada saksi.

“Kami harap para korban berani bersaksi. Ini yang selalu kami dorong, yang belum jadi korban juga kami dorong karena tindak pidana bisa menjadikan kita sebagai korban,” kata Hasto.

Berjuang Bersama Perempuan

Dalam kesempatan ini, Baiq Nuril pun berjanji berjuang bersama perempuan-perempuan lain yang mengalami kekerasan seksual namun tidak mampu bersuara.

“Saya akan berjuang untuk wanita-wanita dan perempuan-perempuan di Indonesia agar tidak ada lagi kekerasan seksual terjadi para perempuan. Segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Baiq

Diketahui, Baiq Nuril adalah pegawai honorer di SMAN 7 NTB, yang divonis Mahkamah Agung (MA) hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.

Nuril dianggap bersalah melanggar UU ITE karena menyebarluaskan konten elektronik yang bemuatan asusila. Dokumen elektronik itu adalah rekaman percakapannya telepon dari Kepala Sekolah 7 kepada Baiq Nuril yang dianggap berisi muatan pornografi.

Baiq Nuril menyimpan rekaman percakapan itu karena menganggap telah mengalami pelecehan seksual dari kepala sekolah.


0 Komentar