Jumat, 26 Oktober 2018 10:50 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com- Kontroversi pembakaran kain hitam bertuliskan kalimat tauhid yang dilakukan beberapa orang berseragam Barisan Serba Guna Ansor (Banser) mendapat tanggapan beragam di masyarakat.
Berdasarkan keterangan PP GP Ansor bahwa pembakaran dilakukan secara spontanitas karena menemukan bendera selain merah putih sesuai dengan kesepakatan panitia.
Mereka mengaku melakukan perbuatan tersebut atas dasar semangat cinta Tanah Air karena bendera itu diasumsikan sebagai bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang notabene secara resmi dilarang oleh negara melalui keputusan pengadilan.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kholil Nafis, menilai pelaku pembakaran bendera tidak mungkin phobia atau membenci kalimat syahadatain.
"Sebab, sesuai tradisinya, Banser yang notabene warga Nahdhiyin biasa melakukan ritual tahlilan yang di dalamnya terdapat bacaan kalimat tauhid, La ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah," tutur Kholil dalam keterangan tertulisnya, Kamis 25 Oktober 2018.
Menurut dia, jelas sekali peristiwa tersebut bukan karena phobia terhadap kalimat tauhid, tapi semata-mata dilakukan karena kecintaan mereka kepada NKRI.
"Menjaga dari rongrongan ideologi yang hendak mengganti dasar Negara Pancasila dengan sistem khilafah," tandasnya.
Kendati demikian, kata Cholil, peristiwa pembakaran bendera telah menimbulkan kegaduhan dan memunculkan tafsir negatif sehingga ada sebagian umat Islam merasa terluka.
Menurut dia, kesalahpahaman ini tidak perlu. Apalagi di tengah memanasnya situasi politik saat ini. Sebab pelakunya pun sudah meminta maaf secara terbuka dengan alasan tidak mengikuti prosedur organisasinya.
Dia mengajak kesalahpahaman dan kegaduhan ini disudahi demi untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah.
"Sebaiknya kesalahpahaman dan kegaduhan ini segera disudahi demi keutuhan umat dan kesatuan bangsa Indonesia," tuturnya.
Cholil juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama menyejukkan suasana atau cooling down, bersikap rendah hati dan saling memaafkan, tidak reaktif, serta membangun dialog dengan mengutamakan kepentingan bersama.
Menurut dia, jika ada hal yang dianggap melanggar hukum, baik pihak yang membakar atau mengibarkan dan membawa bendera di luar kesepakatan bersama, sebaiknya diserahkan kepada penegak hukum.
"Demikian juga pihak Polri agar tetap bekerja secara profesional dan dapat bertindak seadil-adilnya demi tegaknya hukum," tandasnya.
Dia mengajak semua pihak untuk belajar dari peristiwa ini. Menurut dia, jika muncul permasalahan yang menyangkut paham dan tafsir beragama hendaknya ditempuh dengan cara-cara luhur sebagaimana warisan budaya bangsa melalui jalan musyawarah dan dialog dari hati ke hati.
"Sejarah telah mencatat bahwa bangsa kita lekat dengan budaya silaturrahim dan dialog untuk mencari titik temu yang dilandasi rasa cinta kasih dan tulus hati," kata Cholil.(exe/sndo)