Selasa, 23 Oktober 2018 17:41 WIB
JAKARTA, Tigapilarnews.com - Salah satu berita hoax yang paling menghebohkan jagat nusantar akhir-akhir ini adalah berita penganiayaan Ratna Sarumpaet. Berita ini sempat menjadi trending topic media sosial dalam beberapa jam. Bahkan, kabar tersebut juga menjadi isu politik karena berhasil mengundang berbagai tokoh politik untuk ikut mengomentari dan menyikapi kasus ini.
Salah satunya yakni pasangan capres dan cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menggelar konferensi pers mengutuk penganiayaan Ratna. Dan dalam hitungan jam, Prabowo-Sandi harus menggelar kembali konferensi pers karena ternyata berita penganiayaan tersebut hanyalah hoax.
"Berita hoax penganiayaan Ratna tersebut akhirnya menjadi topik utama pemberitaan media sosial dan media konvensional dalam beberapa hari. Situation Room Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merekam bahwa selama lima hari berturut-turut berita hoax penganiayaan Ratna menjadi satu dari 5 top issue dalam media sosial (enggament tinggi) dengan sentimen negatif. Bahkan di media konvensional (tv dan koran nasional maupun daerah), Situation Room LSI mencatat, selama 7 hari berturut-turut menjadi satu dari 5 top issue nasional dan daerah," kata peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman saat jumpa pers dengan tema 'Hoax dan Efek Elektoral Kasus Ratna Sarumpaet' di kantor LSI, Rawamangun, Selasa (23/10/2018).
Setelah itu, kata Ikram, data dari Situation Room LSI terkonfirmasi kembali melalui survei lapangan LSI pada Oktober 2018. Sebanyak 57,2 persen publik menyatakan bahwa mereka mengetahui atau mendengar kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet. Angka diatas 50 persen untuk sebuah isu publik sudah termasuk isu yang pa|ing populer.
"Dari mereka yang pernah mendengar berita hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet, sebesar 89,5 persen menyatakan jengkel, dongkol, atau tidak suka dengan berita hoax tersebut. Hanya dibawah 5 persen yaitu 3,7 persen publik yang menyatakan tidak masalah (suka) dengan hoax tersebut," ujarnya.
Adapun mayoritas publik juga menyatakan dukungannya agar kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet harus diusut tuntas. Sebesar 57,9 persen publik menyatakan bahwa kasus hoax ini sifatnya mendesak untuk dibongkar dan diusut tuntas. Hanya 16,0 persen dari mereka yang pernah mendengar kasus ini, yang menyatakan kasus ini tidak mendesak untuk diusut tuntas penegak hukum.
"Survei LSI Denny JA pun menunjukan kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet punya efek elektoral terhadap para capres. Survei menemuka kasus hoax Ratna Sarumpaet menyebabkan adanya kenaikan sentimen positif (Iebih mendukung) terhadap Jokowi sebaliknya meningkatkan sentimen negatif (Iebih tidak mendukung) pada Prabowo," ucap Ikram.
"Sebesar 25,0 persen responden menyatakan bahwa kasus hoax ini membuat mereka lebih mendukung Jokowi. Sementara sebesar 17,9 persen responden menyatakan bahwa kasus ini membuat mereka lebih tidak mendukung Prabowo Subianto. Efek negatif yang lebih besar terjadi pada dukungan Prabowo yang disebabkan karena Ratna adalah salah satu tim kampanye nasional Prabowo. Dan diperkuat dengan adanya konferensi pers Prabowo-Sandi dalam merespon berita hoax Ratna Sarumpaet," sambung Ikram.
Bagaiman posisi elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi saat ini? Survei LSI Denny JA terbaru pada 10-19 Oktober 2018, kata Ikram, menunjukkan pasangan Jokowi-Ma’ruf masih unggul telak dibandingkan dengan pasangan Prabowo-Sandi. Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf saat ini sebesar 57,7 persen, sementara itu elektabilitas Prabowo-Sandi sebesar 28,6, persen. Dan pemilih yang belum menentukan pilihan sebesar 13,7 persen.
"Data longitudinal LSI Denny JA menunjukan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf cenderung mengalami kenaikan dari periode ke periode survei. Survei Agustus 2018 menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 52,2 persen. Pada September 2018, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mengalami kenaikan meskipun tak signifikan yaitu sebesar 53,2 persen. Pada Oktober 2018, survei LSI Denny JA menunjukkan bahwa terjadi kenaikan yang signifikan terhadap elektabilitas Jokowi-M yaitu saat .m.‘ sebesa‘ terjadi kenaikan yang signifikan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yaitu saat ini sebesar 57,7 persen," terangnya.
"Sementara itu, elektabilitas Prabowo-Sandi cenderung stagnan dalam 3 tiga bulan terakhir pasca pendaftaran. Pada Agustus 2018, elektabilitas Prabowo-Sandi sebesar 29,5 persen. Pada September 2018, elektabilitas Prabowo-Sandi sebesar 29,2 persen. Dan saat ini (Oktober 2018), elektabilitas Prabowo-Sandi sebesar 28,6 persen," imbuhnya.